Jumat, 13 Maret 2015

MIKROBIOLOGI PANGAN



PENGERTIAN MIKROBIOLOGI PANGAN
Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia tak terkecuali bagi mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme menyebabkan penyakit dan yang lain terlibat dalam kegiatan manusia sehari-hari seperti dalam pembuatan anggur, keju, yogurt, produksi penisilin dan sebagainya Kalau bahan makanan telah tercemar oleh mikroorganisme, mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, yakni terjadinya perubahan fisik dan kimia dari bahan tersebut. Hal ini menyebabkan mutu pangan menjadi turun. Selain itu mikroba juga dapat menimbulkan penyakit  bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan yang telah tercemar oleh mikroba.Mikrobiologi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan terhadap  sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi pangan merupakan ilmu yang juga mempelajari perubahan-perubahan yang merugikan seperti kebusukan dan keracunan makanan, maupun perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti dalam fermentasi makanan.
FAKTOR PENYEBAB PERTUMBUHAN MIKROBA PANGAN
1.   Karasteristik pangan: 
 a. Aktivitas Air
Aktivitas air (aw) menunjukkan jumlah air bebas di dalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai aw pangan dapat dihitung dengan membagi tekanan uap air pangan dengan tekanan uap air murni. Jadi air murni mempunyai nilai aw sama dengan 1. Nilai aw secara praktis dapat diperoleh dengan cara membagi %RH pada saat pangan mengalami keseimbangan kadar air dibagi dengan 100. Sebagai contoh, jika suatu jenis pangan mempunyai aw = 0,70, maka pangan tersebut mempunyai keseimbangan kadar air pada RE 70%, atau dengan perkataan lain pada RE 70% kadar air pangan tetap (yang menguap sama dengan yang terserap).
Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Di bawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengawetkan pangan adalah dengan menurunkan aw bahan tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan yang menggunakan prinsip penurunan aw bahan misalnya pengeringan dan penambahan bahan pengikat air seperti gula, garam, pati serta gliserol.
Kebutuhan aw untuk pertumbuhan mikroba umumnya adalah sebagai berikut:
1.                  Bakteri pada umumnya membutuhkan aw sekitar 0,91 atau lebih untuk pertumbuhannya. Akan tetapi beberapa bakteri tertentu dapat tumbuh sampai aw 0,75.
2.                  Kebanyakan kamir tumbuh pada aw sekitar 0,88, dan beberapa dapat tumbuh pada aw sampai 0,6.
3.                  Kebanyakan kapang tumbuh pada minimal 0,8.
Bahan makanan yang belum diolah seperti ikan, daging, telur dan susu mempunyai aw di atas 0,95, oleh karena itu mikroba yang dominan tumbuh dan menyebabkan kebusukan terutama adalah bakteri. Bahan pangan kering seperti biji-bijian dan kacang-kacangan kering, tepung, dan buah-buahan kering pada umumnya lebih awet karena nilai aw-nya 0,60 – 0,85, yaitu cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroba. Pada bahan kering semacam ini mikroba perusak yang sering tumbuh terutama adalah kapang yang menyebabkan bulukan.
Seperti telah dijelaskan di atas, konsentrasi garam dan gula yang tinggi juga dapat mengikat air dan menurunkan aw sehingga menghambat pertumbuhan mikroba. Makanan yang mengandung kadar garam dan atau gula yang tinggi seperti ikan asin, dendeng, madu, kecap manis, sirup, dan permen, biasanya mempunyai aw di bawah 0,60 dan sangat tahan terhadap kerusakan oleh mikroba. Makanan semacam ini dapat disimpan pada suhu kamar dalam waktu yang lama tanpa mengalami kerusakan.
b. Nilai pH
Salah satu faktor pada pangan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah pH, yaitu suatu nilai yang menunjukkan keasaman atau kebasaan. Dengan menggunakan pH-meter, nilai pH suatu bahan dapat diukur, umumnya berkisar antara 0 sampai 14. Nilai pH 7 menunjukkan bahan yang netral, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan bahan bersifat lebih asam, sedangkan nilai pH lebih dari 7 menunjukkan bahan lebih bersifat basa. Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH sekitar netral, dan pH 4,6 – 7,0 merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan kamir dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah. Pengelompokan pangan berdasarkan nilai pH-nya adalah sebagai berikut:
1.   Pangan berasam rendah, adalah pangan yang mempunyai nilai pH 4,6 atau lebih, misalnya daging, ikan, susu, telur dan kebanyakan sayuran. Pangan semacam ini harus mendapatkan perlakuan pengawetan secara hati-hati karena mudah mengalami kerusakan oleh bakteri, termasuk bakteri patogen yang berbahaya.
2.   Pangan asam, adalah pangan yang mempunyai pH 3,7 – 4 misalnya beberapa sayuran dan buah-buahan. 3. Pangan berasam tinggi, adalah pangan yang mempunyai pH di bawah 3,7, misalnya sayur asin, acar, dan lain-lain.
Penurunan pH merupakan salah satu prinsip pengawetan pangan untuk mencegah pertumbuhan kebanyakan mikroba. Prinsip ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan asam ke dalam makanan seperti dalam pembuatan acar atau asinan. Cara lain adalah fermentasi agar terbentuk asam oleh mikroba seperti dalam pembuatan sayur asin.
c. Kandungan Gizi
Seperti halnya mahluk hidup lainnya, mikroba membutuhkan zat gizi untuk pertumbuhannya. Bahan makanan pada umumnya mengandung berbagai zat gizi yang baik untuk pertumbuhan mikroba, yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Akan tetapi ada beberapa bahan makanan yang selain kandungan gizinya sangat baik juga kondisi lingkungannya mendukung, termasuk nilai aw dan pH-nya sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Contoh bahan makanan semacam ini adalah bahan yang mengandung protein tinggi, mempunyai pH sekitar netral dan mempunyai aw di atas 0,95, misalnya daging, susu, telur, dan ikan. Karena kondisinya yang optimum untuk pertumbuhan mikroba, maka pada bahan-bahan pangan seperti itu bakteri akan tumbuh dengan cepat sehingga bahan pangan menjadi mudah rusak dan busuk.
d. Senyawa Antimikroba
Pertumbuhan mikroba pada pangan juga dipengaruhi oleh adanya bahan pengawet yang terkandung di dalamnya, yaitu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Bahan pengawet atau disebut juga senyawa antimikroba pada pangan dibedakan atas tiga golongan berdasarkan sumbernya, yaitu:
l.    Senyawa antimikroba yang terdapat secara alami di dalam bahan pangan, misalnya asam pada buah-buahan, dan beberapa senyawa pada rempah-rempah.
2.   Bahan pengawet yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam pangan atau pangan olahan, misalnya:
Nitrit untuk menghambat bakteri pada kornet sapi dan sosis
Garam natrium klorida untuk menghambat mikroba pada ikan asin
Asam benzoat untuk menghambat kapang dan kamir pada selai dan sari buah
Asam cuka (asam asetat) untuk menghambat mikroba pada asinan
Asam propionat untuk menghambat kapang pada roti dan keju
Sulfit untuk menghambat kapang dan kamir pada buah¬-buahan kering dan anggur.
1.        Senyawa antimikroba yang terbentuk oleh mikroba selama proses fermentasi pangan. Asam laktat, hidrogen peroksida (H202), dan bakteriosin adalah senyawa antimikroba yang dibentuk oleh bakteri asam laktat selama pembuatan produk¬produk susu fermentasi seperti yogurt, yakult, susu asidofilus, dan lain-lain, serta dalam pembuatan pikel dari sayur-sayuran seperti sayur asin.
e. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut:
1.   Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu per¬tumbuhan 0 – 20°C.
2.   Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertum¬buhan 20 – 45°C.
3.   Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu pertumbuhan¬nya di atas 45°C.
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 370C, yang juga adalah suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen.
Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4-660C. Oleh karena kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis untuk penyimpanan pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu lama pada kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu di bawah 40C atau di atas 660C. Pada suhu di bawah 4°C, mikroba tidak akan mati tetapi kebanyakan mikroba akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang tergolong psikrofil. Pada suhu di atas 66°C, kebanyakan mikroba juga terhambat pertumbuhannya meskipun beberapa bakteri yang tergolong termofil mungkin tidak mati.
f. Oksigen
Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas 4 kelompok sebagai berikut:
*Aerob, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.*Anaerob, yaitu mikroba yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen.*Anaerob fakultatif, yaitu mikroba yang dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.*Mikroaerofil, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi yang lebih rendah daripada konsentrasi oksigen yang normal di udara.                 Mikroba perusak pangan sebagian besar tergolong aerob, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, kecuali bakteri yang dapat tumbuh pada saluran pencernaan manusia yang tergolong anaerob fakultatif, dan beberapa bakteri yang tergolong anaerob yang sering menyebabkan kerusakan makanan kaleng. Karena kebanyakan mikroba perusak tergolong aerob maka dengan pengemasan pangan secara vakum, yaitu pengemasan dengan menghilangkan udara dari dalam kemasan, sebagian besar mikroba perusak tidak dapat tumbuh. Kerusakan pada pangan yang dikemas secara vakum terutama disebabkan oleh mikroba yang tergolong anaerob atau anaerob fakultatif. Kebanyakan bakteri patogen yang dapat hidup dalam saluran pencernaan bersifat anaerob fakultatif, misalnya Salmonella dan Shigella. Oleh karena itu pengemasan vakum tidak menjamin pangan bebas dari bakteri patogen. Selain itu salah satu bakteri patogen pembentuk racun yang berbahaya, yaitu Clostridium botulinum, bersifat anaerob dan sering ditemukan tumbuh pada makanan yang dikemas secara vakum terutama makanan kaleng.
g. Kelembaban
Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab (RH tinggi) akan mudah menyerap air sehingga nilai aktivitas air (aw) meningkat. Kenaikan aw akan mengakibatkan mikroba mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan. Sebaliknya pangan yang disimpan di dalam ruangan yang mempunyai aw rendah akan kehilangan air sehingga menjadi kering pada permukaannya. Oleh karena itu salah satu cara penyimpanan yang baik, terutama untuk produk-produk kering (aw rendah), adalah dengan menyimpan di dalam ruangan yang kering (RH rendah) atau membungkusnya di dalam kemasan yang kedap uap air.
1. Pengaruh Pemanasan Terhadap Mikroorganisme 
   Untuk mengendalikan pertumbuhan dan kegiatan mikroba dapat dilakukan dengan menggunakan perlakuan suhu tinggi. Pada perlakuan suhu diatas suhu maksimum pertumbuhan mikroba akan bersifat mematikan dan semakin tinggi suhunya akan semakin tinggi laju kematiannya.
2. Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme  
   Mikroorganisme dapat diklasifikasikan atas dasar suhu optimum yang berguna untuk pertumbuhannya. Umumnya mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada suhu dibawah 320F, tetapi ada beberapa jenis khamir yang  masih bisa tumbuh dalam substrat tidak beku pada suhu dibawah 150F. Pendinginan yang lambat dapat merusak populasi mikroba dan bentuk mikrobia yang sangat peka adalah sel-sel vegetatif, sedangkan spora biasanya tidak rusak oleh pembekuan.
3. Pengaruh Pengeringan Terhadap Mikroorganisme
   Proses pengeringan dalam pengolahan bahan makanan merupakan proses pembatasan air yang digunakan untuk pertumbuhan  oleh mikroorganisme. Hal ini akan menentukan jumlah dan jenis dari mikroorganisme untuk tumbuh dalam bahan makanan tersebut.
4. Pengolahan dengan Garam dan Asam
  Garam akan sangat berpengaruh bila dimasukan kedalam bahan makanan karena garam akan dapat merobah rasa dari makanan dan juga dapat  menghambat pertumbuhan mikroorganisme pencemar pada bahan makanann terutama mikroorganisme proteolitik dan pembentuk spora walaupu dengan kadar yang sangat rendah (sampai 6%). Pengolahan bahan makanan dengan pemberian garam/ NaCl konsentrasi tinggi dapat mencegah kerusakan dari bahan tersebut. Mikroorganisme psikrofilik dapat dicegah pertumbuhannya dengan pemberian NaCl pada konsetrasi 2-5 % dan dikombinasikan dengan suhu rendah.
5. Pengolahan dengan Gula
    Penggunaan  gula dalam pengolahan bahan makanan akan mempengaruhi mikroorganisme yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, terutama bila dalam konsentrasi yang tinggi(minimal 40% padatan terlarut).Hal ini akan mengakibatkan air yang ada dalam bahan makanan tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga kadar airnya menjadi rendah dan keadaan inilah yang menyebabkan mikroorganisme tidak mampu untuk melakukan aktifitas hidupnya.
6. Pengolahan dengan Bahan Pengawet Kimia
   Penggunaan bahan kimia pengawet dalam bahan makanan dapat menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme baik bakteri, kapang dan khamir. Biasanya bahan kimia pengawet yang digunakan bersifat bakteriostatik karena hanya dipakai dalam jumlah kesil sehingga tidak membahayakan bagi konsumennya.
 7. Pengaruh Radiasi dalam Pengawetan Terhadap Mikroorganisme
   Penggunaan radiasi dalam pengolahan bahan makanan bisa mempengaruhi ketahahan dari mikroorganisme. Radiasi yang digunakan ada dua macam yaitu: radiasi panas yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar dengan gelombang yang panjang  dan radiasi ionisasi yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar gelombang yang pendek.
8. Produk Pertanian (Sayur-sayuran) 
   Beberapa indicator mikroorganisme pembusuk pada bahan pangan adalah bakteri yang tergolong ke dalam bakteri koliform, bakteri ini hampir ada pada setiap bahan pangan yang telah mengalami  tahap  pengolahan. Splittstoesser dan Wettergreen (1981) melakukan pengamatan terhadap beku, melaporkan adanya Enterobacter dan Klebsiella pada sayur-sayuran sejak masih di kebun yang merupakan mikroflora normal. Sehingga, mikroorganisme ini tidak dapat dijadikan sebagai indicator sanitasi. Sedangkan terkontaminasinya sayuran oleh koliform fekal seperti Escheria coli yang sebenarnya jarang ditemukan pada sayuran dapat menjadikan bakteri ini sebagai mikroorganisme indicator sanitasi pada sayuran. Sayuran segar lebih banyak terkontaminsasi E.coli dibandingkan dengan sayuran beku. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sayuran jarang terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah pemanenan sayuran dicuci dengan air yang terkontaminasi kotoran. 2) Sayuran bukan termasuk ke dalam habitat normal E.coli. 3)  Kemingkinan terjadi kontaminasi kotoran maupun koliform fekal pada sayuran, tetapi E.coli merupakan bakteri yang sensitive terhadap proses blansir dan pembekuan sehingga tidak akan terdeteksi pada produk sayuran beku. Untuk sayuran kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah terbebas dari mikroorganisme pathogen dan pembusuk yang dapat tumbuh selama penyimpanan pada suhu simpan yang normal.  Pengujian untuk kualitas keamanan makanan kaleng yang terutama adalah Clostridium botulinum. Bakteri ini tergolong bakteri anaerobic yang membentuk spora dan bersifat mesofilik, dan juga merupakan bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat fatal. Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah atau dekat dengan tanah. Mikroba tertentu seperti Liver fluke dan Fasciola hepatica akan berpindah dari tanah ke selada air akibat penggunaan kotoran kambing atau domba yang tercemar sebagai pupuk. Air irigasi yang tercemar Shigella sp., Salmonella sp., E. coli, dan Vibrio cholerae dapat mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillus sp., Clostridium sp., dan Listeria monocytogenes dapat mencemari buah dan sayur melalui tanah. Namun, penanganan  dan pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan bakteri patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora.
Daging dan Unggas Pengujian mikroorganisme indicator pada produk daging merah dan daging unggas biasanya untuk tujuan seperti: 1) Menjamin keamanan produk pangan secara mikroorganisme biologis, 2) Mengetahui kondisi sanitasi selama pengolahan, dan 3)  Mengetahui daya awet dari produk pangan. Alasan dari pengguanaan indicator adalah untuk memantau mutu bahan mentah yang digunakan, kondisi pengolahan, dan mutu produk pada berbagai tahap pengolahan dan distribusi.
Makanan Kaleng Makanan kaleng adalah produk olahan pangan yang sudah diawetkan agar tahan lama. Di dalam bukunya yang sangat terkenal, Thermobacteriology in Food Processing, Prof. Dr. C.R. Stumbo mengatakan bahwa makanan yang dikalengkan secara hermitis (penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, mikrobia atau bahan asing lain) merupakan produk teknologi pengawetan yang sudah lama dikenal. Makanan yang diawetkan dengan proses sterilisasi komersial, masih mengandung mikroba tetapi tidak dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal. Proses sterilisasi ini merupakan upaya penghancuran mikroba patogen beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas (autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu sangat tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk, misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan. Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun. Makanan kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti dapat disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak diinginkan. Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak memproduksi racun. Ada beberapa hal yang harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin (racun) Clostridium botulinum  yang merupakan mikroorganisme indikoator keamanan  dalam makanan kaleng yang kerap kali hadir. Bakteri yang berbahaya ini umumnya menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Cara hidup yang demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama pada jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang pHnya di atas 4,6 alias nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin botulinum yang sangat berbahaya itu bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun tersebut akan menyerang susunan saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan, menyulitkan pernapasan serta menyebabkan kematian.
Indikator Kebusukan Masa simpan atau daya awet dari produk daging dan unggas dapat diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Kebusukan yang umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara pengepakan, dan suhu, serta waktu penyimpanan. Mikroorganisme yang menjadi indicator kebusukan pada produk pangan daging merah dan unggas ini bervariasi tergantung dari jenis produknya. Untuk daging segar yang belum diolah, dimana kebusukan biasanya disebabkan oleh bakteri gram negative berbentuk batang seperti  Pseudomonad, biasanya ditetapkan pada suhu 20°C hitungan cawan selama tiga hari menggunakan Plate Count Agar (PCA). Sedangkan produk daging yang di kemas di dalam plastic yang tidak tembus oksigen, misalnya pada sosis yang dikemas/dibungkus secara vakum di dalam plastic, kebusukan disebabkan oleh bakteri asam laktat. Dalam keadaan ini, inkubasi masih dapat dilakukan pada suhu 20°C selama tiga hari, PCA dapat diganti dengan agar APT untuk memperbesar ukuran koloni. Jika digunakan medium PCA, bakteri asam laktat akan membentuk koloni berukuran kecil. Jumlah bakteri asam laktat di dalam produk daging olah yang di kemas secara vakum mempengaruhi kecepatan pembusukan suatu produk pangan yang ditandai dengan terjadinya perubahan citarasa menjadi asam dan perubahan warna cairan daging yang keluar menjadi keputih-putihan. Jumlah hitungan cawan aerobic pada produk-produk pangan yang baru diolah menunjukkan jumlah bakteri yang tahan terhadap proses pengolahan dan tingkat kontaminasi peralatan dan sumber lainnya. Namun daya simpan dari produk daging yang dikemas tidak dapat diketahui dari jumlah hitungan cawan aerobiknya, karena sebagian besar bakteri yang terhitung dalam pengujian total koloni bakteri aerobic tidak dapat utmbuh selama penyimpanan dengan kondisi vakum tersebut.
Bakteri Bakteri merupakan makhluk bersel tunggal yang berkembang biak dengan cara membelah diri dari satu sel menjadi dua sel. Pada kondisi yang sangat baik, kebanyakan sel bakteri dapat membelah dan berkembang biak dalam waktu kurang lebih 20 menit. Pada kecepatan yang tinggi ini satu sel bakteri dapat memperbanyak diri menjadi lebih dari 16 juta sel baru dalam waktu 8 jam. Berdasarkan bentuk selnya, bakteri dapat dibedakan atas empat golongan yaitu: *Koki (bentuk bulat)=Koki mungkin terdapat dalam bentuk tunggal (terpisah), berpasangan (diplokoki), berempat (tetra koki atau tetrad), bergerombol (stapilokoki), dan membentuk rantai (streptokoki). *Basili (bentuk batang) Basil mungkin terdapat dalam bentuk tunggal (terpisah) atau membentuk rantai. *Spirilium (bentuk spiral)*Vibrio (bentuk koma) Bakteri ditemukan dimana-mana. Banyak bakteri yang sebenarnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tetapi jika tumbuh dan berkembang biak pada pangan sampai mencapai jumlah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan kerusakan makanan, yaitu menimbulkan bau busuk, lendir, asam, perubahan warna, pembentukan gas, dan perubahan-perubahan lain yang tidak diinginkan. Bakteri semacam ini digolongkan ke dalam bakteri perusak pangan. Bakteri perusak pangan sering tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang mempunyai kandungan protein tinggi seperti ikan, susu, daging, telur dan sayuran. Bakteri yang menyebabkan gejala sakit atau keracunan disebut bakteri patogenik atau patogen. Gejala penyakit yang disebab¬kan oleh patogen timbul karena bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh melalui pangan dan dapat berkembang biak di dalam saluran pencemaan dan menimbulkan gejala sakit perut, diare, muntah, mual, dan gejala lain. Patogen semacam ini misalnya yang tergolong bakteri koli (Escherichia coli patogenik), Salmonella dan Shigella. Bakteri patogenik di dalam pangan juga dapat menyebabkan gejala lain yang disebut keracunan pangan. Gejala semacam ini disebabkan oleh tertelannya racun (toksin) yang diproduksi oleh bakteri selama tumbuh pada pangan. Gejala keracunan pangan oleh racun bakteri dapat berupa sakit perut, diare, mual, muntah, atau kelumpuhan. Bakteri yang tergolong ke dalam bakteri penyebab keracunan misalnya Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, dan Bacillus cereus yang memproduksi racun yang menyerang saluran pencemaan dan disebut enterotoksin, dan Clostridium botulinum yang memproduksi racun yang menyerang syaraf serta dapat menyebabkan kelumpuhan saluran tenggorokan dan disebut neurotoksin atau racun botulinum. Selain pengaruh yang merugikan, beberapa bakteri juga mempunyai pengaruh yang menguntungkan dan yang digunakan atau berperan. dalam pembuatan berbagai makanan fermentasi, misalnya sayur asin, ikan peda, terasi, keju, susu fermentasi (yogurt, yakult), sosis, dan lain-lain. Bakteri semacam ini memproduksi senyawa-senyawa yang menimbulkan cita-rasa yang khas untuk masing-masing produk, dan beberapa juga memproduksi asam yang dapat mengawetkan makanan.
Kapang  Kapang merupakan mikroba dalam kelompok Fungi yang berbentuk filamen, yaitu struktumya terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan dari banyak hifa membentuk kumpulan massa yang disebut miselium dan lebih mudah dilihat oleh mata tanpa menggunakan mikroskop. Contoh miselium adalah serat putih seperti kapas yang tumbuh pada tempe. Kapang juga mempunyai struktur yang disebut spora yang pada umumnya terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur yang sangat ringan dan mudah menyebar kemana-mana. Spora merupakan alat perkembangbiakan kapang, karena pada kondisi substrat dan lingkungan yang baik spora dapat bergerminasi dan tumbuh menjadi struktur kapang yang lengkap. Dari satu struktur kapang dapat dihasilkan beratus-ratus spora yang mudah menyebar dan mencemari pangan, kemudian tumbuh menjadi bentuk kapang yang lengkap. Jika dilihat dl bawah mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan spora yang berbeda-beda, dan karakteristik struktur tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kapang. Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung dari jenis kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai dengan perubahan warna yang menunjukkan adanya spora kapang dan sering disebut sebagai bulukan.
Tabel 1. Beberapa Jenis Kapang untuk Fermentasi dan Perusak Bahan Pangan
Jenis Kapang
Warna Spora
Pangan yang Dirusak
Makanan yang Difermentasi
Aspergillus
Hitam, hijau
Roti, serealia,kacang-kacangan
Kecap, tauco (A. orryzae)
Penicillium
Biru-hijau
Buah-buahan, sitrus, keju
Keju (P. roqueforti)
Rhizopus
Hitam di atas hifa berwarna putih
Roti, sayuran, buah-buahan
Tempe, oncom hitam (R. oryzae, R.oligosporus)
Neurospora (Monilia)
Oranye-merah
Nasi
Oncom merah
Beberapa kapang jika tumbuh pada pangan dapat memproduksi racun yang berbahaya yang disebut toksin (racun) kapang atau mikotoksin. Spesies kapang yang memproduksi mikotoksin terutama adalah dari jenis Aspergillus, Penicillium dan Fusarium. Beberapa contoh mikotoksin yang sering ditemukan pada pangan misalnya aflatoksin yang diproduksi oleh Asperglllus flavus dan okratoksin yang diproduksi oleh Aspergillus ochraceus.
Kamir
Kamir merupakan organisme bersel tunggal yang termasuk dalam kelompok Fungi. Jika tumbuh pada pangan, kamir dapat menyebabkan kerusakan, tetapi sebaliknya beberapa kamir juga digunakan dalam pembuatan makanan fermentasi. Kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan kamir ditandai dengan terbentuknya bau asam dan bau alkohol, serta terbentuknya lapisan pada permukaan, misalnya kerusakan pada sari buah. Beberapa contoh kamir yang digunakan dalam proses fermentasi misalnya Saccharomyces cerevisiae untuk membuat roti, bir dan minuman anggur, dan (Candida utilis) untuk membuat protein mikroba yang disebut protein sel tunggal. Pada umumnya kamir berkembang biak dengan cara membentuk tunas, meskipun beberapa jenis berkembang biak dengan cara membelah. Tunas yang timbul pada salah satu sisi sel kamir akan membesar dan jika ukurannya hampir menyamai induk selnya, maka tunas akan melepaskan diri menjadi sel yang baru. Pada beberapa spesies, tunas tidak melepaskan diri dari induknya sehingga semakin lama akan membentuk struktur yang terdiri dari kumpulan sel berbentuk cabang-cabang seperti pohon kaktus yang disebut pseudomiselium. Perkembangbiakan sel kamir semacam ini disebut reproduksi aseksual. Selain dengan pertunasan, kamir juga berkembang biak dengan cara reproduksi seksual, yaitu dengan membentuk askospora. Dalam 1 sel dapat terbentuk 4-6 askospora. Askospora yang telah masak dapat mengalami germinasi membentuk sel kamir, yang kemudian dapat berkembang biak secara aseksual dengan pertunasan.
Virus
Virus merupakan organisme dengan ukuran yang paling kecil dibandingkan dengan organisme lainnya. Virus merupakan organisme yang tidak dapat berkembang biak sendiri melainkan harus berada pada sel organisme lainnya, oleh karena itu digolongkan ke dalam parasit. Virus sering mencemari pangan tertentu seperti susu, pangan hasil laut, dan sayur-sayuran serta air. Salah satu virus yang sering mencemari pangan yaitu virus hepatitis A, serta virus polio yang sering mencemari susu sapi mentah. Pertumbuhan mikroba pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan setiap mikroba membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu jenis dan jumlah mikroba yang dapat tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap pangan juga berbeda, tergantung dari jenis pangan tersebut. Pada kondisi yang optimum untuk masing-masing mikroba, bakteri akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan kamir. Hal ini disebabkan bakteri mempunyai struktur sel yang lebih sederhana, sehingga pada kebanyakan bakteri hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk membelah. Struktur sel kapang dan kamir lebih kompleks daripada bakteri dan membutuhkan waktu lebih lama untuk membentuk sel baru, yaitu sekitar 2 jam atau lebih.
*Homogenisasi sampel, >Sebagai tahap pendahuluan dalam pengujian yang berguna untuk membebaskan sel bakteri yang mungkin terlindung partikel sampel dan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin. Homogenisasi dapat dilakukan menggunakan alat seperti stainless steel blender atau  stomaker . Sedang sampel bentuk cair tidak perlu menggunakan alat, cukup langsung dicampur dengan pengencer dan dikocok sampai homogen.
*Tahap pengenceran. >Menggunakan larutan pengencer yang berfungsi untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin kehilangan vitalitasnya karena kondisi di dalam sampel yang kurang menguntungkan. Pengenceraan suspensi sampel dilakukan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat dihitung dengan mudah, hal ini akan sangat membantu terutama untuk sampel dengan cemaran yang sangat tinggi. Umumnya pengencer yang digunakan adalah peptone water0,1%, buffer fosfat atau larutan ringers (4 kali kuat), dan peptone 0,1% plus NaCL 0,85% (ISO 6887:1983)
*Tahap pencampuran > denganMedia (padat/ cair), media padat yang digunakan umumnya adalah Plate Count Agar(PCA) atau  Nutrient Agar(NA) sedangkan untuk inokulasi suspense homogenat sampel ke dalam media , tergantung dengan metode yang telah dipilih dan kesesuaian dengan sifat sampel dan mikroba yang mungkin ada dalam sampel. Pada keadaan tertentu, media perlu ditambah dengan bahan lain seperti glukosa untuk Enterococcus, atau serum untuk Mycoplasma  dan  egg yolk. Untuk bakteri tertentu misalnya yang tidak tahan panas terutama untuk pencampuran dengan media dengan suhu kira-kira 450 C, dilakukan dengan metode sebar atau tetes dan suhu inkubasi rendah (misal. bakteri Psychrotroph dan Psychrophiles).
*Tahap inkubasi dan pengamatan. >Inkubasi dilakukan pada suhu dan lama yang sesuai dan kondisi dibuat sedemikian rupa disesuaikan dengan sifat mikroba (kondisi aerob atau anaerob) : *0 -100 C untuk bakteri Psikrotrof dan Psikrofil, *20-320 C untuk bakteri Saprophtic mesophiles, *35-370 C (atau 450 C) untuk bakteri parasit mesofil, *55-630 C atau lebih tinggi untuk bakteri Termofilik, *30-320 C (ISO 4833:1991).
*Interpretasi hasil.>Metode Kualitatif (Pengkayaan). Pada metode kualitatif dilakukan perbanyakan ( enrichment pengkayaan) terlebih dahulu dari sel mikroba yang umumnya dalam jumlah yang sangat sedikit dan bahkan kadang-kadang dalam kondisi lemah. Ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu tahap pengkayaan (enrichment), tahap isolasi pada media selektif, tahap identifikasi dengan reaksi biokimia, dan dilanjutkan dengan analisa antigenik atau serologi atau immunologi dan bila diperlukan dapat juga dilakukan identifikasi DNA bakteri dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) Tahap pengkayaan. Umumnya digunakan media cair yang berguna untuk member kesempatan supaya bakteri dapat tumbuh pada media pengkaya, karena bakteri lain juga dapat tumbuh, maka dapat ditambahkan inhibitor untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri lain dan dilanjutkan dengan menumbuhkan kembali bakteri dalam media selektif atau differensial. Pada keadaan tertentu dimana bakteri sangat lemah perlu dilakukan terlebih dahulu tahap pra-pengkayaan (pre-enrichment) misalnya pada uji Salmonella ataupun Enterobacter sakazaki, dimana media ini mengandung cukup gizi yang non selektif. Tahap ini dimaksudkan untuk “menyembuhkan/ menguatkan” sel bakteri yang sangat lemah atau sakit disebabkan oleh proses pengolahan makanan. Umumnya pada tahap pra-pengkayaan digunakan media Lactose Broth atau  Buffered Pepton Water, walaupun kadang-kadang media ini belum tentu sesuai untuk semua jenis sampel. Pada makanan kering seperti yeast dan susu bubuk, sampel hanya memerlukan rekonstitusi dalam air suling yang mengandung  Brilliant Green. Sedangkan untuk sampel yang sangat berlemak seperti hasil olahan jeroan maka ke dalam media pra-pengkaya ditambahkan Tergitol 7 sehingga memudahkan dispersi lemak pada media. Tahap isolasi Setiap koloni atau galur mikroba yang akan diidentifikasi harus benar benar murni dan untuk mendapatkan biakan murni digunakan media selektif yang memungkinkan untuk isolasi koloni mikroba tersangka berdasarkan pada karakter biokimia dari mikroba yang akan mempengaruhi sifat pertumbuhan bakteri pada suatu media spesifik. Identitas mikroba dapat dilihat dari pembentukan koloni yang spesifik pada media. Saat ini, perkembangan metode pengujian cepat (rapid test ) dengan menggunakan media selektif sudah makin berkembang dimana pada media sudah ditambahkan suatu indikator/ bahan kimia tertentu yang dapat menandai adanya hasil reaksi enzimatis sehingga terbetuk warna atau fluoresensi sehingga media tersebut lebih spesifik lagi (misalnya media kromokult dan fluorokult). Contohnya media fluorogenik untuk deteksi  E.coli dan kromogenik untuk deteksi E.sakazakiiyang sangat spesifik. Hal ini berdasarkan pada enzi yang berasal dari bakteri tersebut misalnya  E.coli (-D-galaktosidase) dengan penambahan fluorogenic substrat 4-methylumbellliferyl--D-glucoronide akan suatu ikatan kompleks yang akan menghasilkan fluoresensi  bila dilihat dibawah cahaya ultraviolet dan  E.sakazakii  (-D-glukosidase) dengan substrat 5-Bromo-4-choloro-3-indolyl--D- glucopyranoside) akan menghasilkan koloni dengan warna hijau torquise. Beberapa media selektif yang digunakan untuk pengujian mikroba dan koloni spesifik dapat dilihat pada Tabel 1.
MIKROBA
MEDIA SELEKTIF
PENGAMATAN KOLONI
Escherichia coli
EMB agar
ENDO agar
Koloni warna kehijauan dengan bintik hitam ditengah koloni dan kilap logam. Koloni warna merah dengan kilap logam
Salmonella sp
XLD agar
BGA
Koloni translucent dengan bintik hitam ditengahnya, dan dikelilingi zona transparan berwarna kemerahan. Koloni dari tidak berwarna, merah muda hingga merah, dari translusen hingga keruh (opaque) dengan lingkaran merah muda hingga merah.
Shigella sp
Mac Conkey agar
Koloni warna merah muda terang, translusent, dengan atau tanpa pinggir koloni bergerigi atau kasar.
Campylobacter
Mccda
Koloni basah, berwarna abu - abu
Staphylococcus aureus
BP agar
MSA
Koloni warna hitam mengkilat, dikelilingi daerah keruh (opaque). Koloni cembung, warna kuning & warna media berubah menjadi jernih.
Bacillus cereus
MYP agar
Koloni merah muda dikelilingi daerah keruh.
Clostridium perfinges
TSC agar
Koloni berwarna hitam dengan daerah keruh berukuran 2-4 mm di sekeliling koloni
Vibrio cholerae
TCBS agar
Koloni besar (2–3 mm), halus, kuning, datar (agak pipih), bagian tengah keruh dan disekelilingnya translucens
Vibrio parahaemolyticus
TCBS agar + NaCl 3%
Koloni bulat berdiameter 2- 3 mm dengan pusat warna
Listeria monocytogenes
ALOA agar
PALCAM agar
Koloni biru hijau , dikelilingi halo (lingkaran) keruh. Koloni berwarna abu-abu hijau dikelilingi halo (lingkaran)
Enterococcus faecalis
Enterococci agar
koloni kecil berwarna hijau kebiruan
Enterobacter sakazakii
Chromocult E.sakazakii
Koloni warna hijau toska, atau biru-hijau
*Pewarnaan Gram >Selain isolasi dan identifikasi dilakukan juga pewarnaan Gram langsung terhadap koloni, baik Gram positif maupun Gram negatif.
Tahap konfirmasi. Dilakukan dengan berbagai metode diantaranya :
*3 Konfirmasi dengan reaksi biokimia menggunakan media tertentu, karena setiap bakteri mempunyai karakter biokimia spesifik. Prinsip dasarnya adalah enzim yang diproduksi mikroba akan mengdegradasi misalnya. karbohidrat,lipid, Kasein, dalam hal ini hasil metabolit dapat dilihat secara visual dengan adanya tambahan suatu indicator. Saat ini uji biokimia sudah banyak dibuat secara komersil dalam bentuk miniatur berupa kit dan hasil uji dapat dilihat secara visual dan interpretasi secara manual atau dapat menggunakan suatu program (komputer) dan alat yang yang sesuai seperti .ELISA reader.
*3 Konfirmasi analisa antigenik menggunakan antisera atau immunologi berdasarkan adanya reaksi antigen dengan antibodi (misalnya. Enzyme Linked Immunosorbent Assay /ELISA ) Karena antibody hanya bereaksi dengan antigen yang sesuai, maka sifat ini juga digunakan untuk pengembangan teknik diagnostik. Hasil pengujian dapat diketahui/ dilihat secara visual seperti adanya aglutinasi atau presipitasi ata terbentruknya warna yang dapat dilihat secara visual atau menggunakan alat ELISA READER atau terbentuknya fluoresen yang dapat dilihat menggunakan bantuan mikroskop fluoressein.
*3 Tahap selanjutnya merupakan identifikasi lebih sempurna yaitu  typing  secara bakteriofag atau identifikasi menggunakan analis dengan DNA  probe ataupun metode PCR (Polymerase Chain Reaction).
*3 DNAprobe (Tehnik Pelacak Asam Nukleat) yang merupakan tehnik hibridisasi DNA bakteri dengan potongan DNA spesifik yang telah dilabel sehingga adanya daerah homolog dapat dideteksi dengan visualisasi radioaktif, fluorimeter dan kolorimeter. Tehnik ini sering digunakan untuk mendeteksi adanya gen patogen pada bakteri dengan menggunakan pelacak potongan DNA spesifik (misalnya pengkodeoksin spesifik).
*3 Metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknik penggandaan DNA ini dapat membantu dalam identifikasi bakteri maupun virus yang mencemari makanan. PCR adalah suatu teknik yang sangat menolong, setelah dilakukan prosedur yang cukup rumit untuk mendapatkan urutan DNA yang cukup. Teknik PCR inilah yang memungkinkan proses analisis DNA menjadi lebih cepat dibandingkan dengan melakukan tes DNA dengan cara konvensional. Dengan PCR, urutan DNA dapat digandakan (amplifikasi) hanya dalam waktu beberapa jam sampai kuantitasnya cukup untuk sebuah proses analisis, hasil penggandaan dapat divisualisasikan menggunakan elektroforese dan  Gel Documentation. Sekarang hasil amplifikasi dapat juga divisualisasikan menggunakan suatu alat khusus (Bio Analizer) dimana tidak perlu digunakan lagi elektroferese dan Gel Documentation Visualisasi berupa kurva dan pita/band (peak). Metode PCR merupakan metode yang sangat sensitif dan spesifik dalam identifikasi bakteri karena menggunakan target gen spesifik bakteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar