PENGERTIAN
MIKROBIOLOGI PANGAN
Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia tak terkecuali bagi
mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme menyebabkan penyakit dan yang
lain terlibat dalam kegiatan manusia sehari-hari seperti dalam pembuatan
anggur, keju, yogurt, produksi penisilin dan sebagainya Kalau bahan makanan
telah tercemar oleh mikroorganisme, mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan
kerusakan bahan pangan, yakni terjadinya perubahan fisik dan kimia dari bahan
tersebut. Hal ini menyebabkan mutu pangan menjadi turun. Selain itu mikroba
juga dapat menimbulkan penyakit bagi manusia yang mengkonsumsi bahan
pangan yang telah tercemar oleh mikroba.Mikrobiologi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses
pengolahan terhadap sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan
mikroorganisme terhadap proses pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi
pangan merupakan ilmu yang juga mempelajari perubahan-perubahan yang merugikan
seperti kebusukan dan keracunan makanan, maupun perubahan-perubahan yang
menguntungkan seperti dalam fermentasi makanan.
FAKTOR
PENYEBAB PERTUMBUHAN MIKROBA PANGAN
1.
Karasteristik pangan:
a. Aktivitas
Air
Aktivitas air (aw)
menunjukkan jumlah air bebas di dalam pangan yang dapat digunakan oleh mikroba
untuk pertumbuhannya. Nilai aw pangan dapat dihitung dengan membagi
tekanan uap air pangan dengan tekanan uap air murni. Jadi air murni mempunyai
nilai aw sama dengan 1. Nilai aw secara praktis dapat
diperoleh dengan cara membagi %RH pada saat pangan mengalami keseimbangan kadar
air dibagi dengan 100. Sebagai contoh, jika suatu jenis pangan mempunyai aw
= 0,70, maka pangan tersebut mempunyai keseimbangan kadar air pada RE 70%, atau
dengan perkataan lain pada RE 70% kadar air pangan tetap (yang menguap sama
dengan yang terserap).
Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang
berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Di bawah aw minimal tersebut
mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu
cara untuk mengawetkan pangan adalah dengan menurunkan aw bahan
tersebut. Beberapa cara pengawetan pangan yang menggunakan prinsip penurunan aw
bahan misalnya pengeringan dan penambahan bahan pengikat air seperti
gula, garam, pati serta gliserol.
Kebutuhan aw untuk pertumbuhan mikroba umumnya
adalah sebagai berikut:
1.
Bakteri pada umumnya membutuhkan aw
sekitar 0,91 atau lebih untuk pertumbuhannya. Akan tetapi beberapa
bakteri tertentu dapat tumbuh sampai aw 0,75.
2.
Kebanyakan kamir tumbuh pada aw
sekitar 0,88, dan beberapa dapat tumbuh pada aw sampai 0,6.
3.
Kebanyakan kapang tumbuh pada
minimal 0,8.
Bahan makanan yang belum diolah seperti ikan, daging, telur
dan susu mempunyai aw di atas 0,95, oleh karena itu mikroba yang dominan tumbuh
dan menyebabkan kebusukan terutama adalah bakteri. Bahan pangan kering seperti
biji-bijian dan kacang-kacangan kering, tepung, dan buah-buahan kering pada
umumnya lebih awet karena nilai aw-nya 0,60 – 0,85, yaitu cukup
rendah untuk menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroba. Pada bahan kering
semacam ini mikroba perusak yang sering tumbuh terutama adalah kapang yang
menyebabkan bulukan.
Seperti telah dijelaskan di atas, konsentrasi garam dan gula
yang tinggi juga dapat mengikat air dan menurunkan aw sehingga
menghambat pertumbuhan mikroba. Makanan yang mengandung kadar garam dan atau
gula yang tinggi seperti ikan asin, dendeng, madu, kecap manis, sirup, dan
permen, biasanya mempunyai aw di bawah 0,60 dan sangat tahan
terhadap kerusakan oleh mikroba. Makanan semacam ini dapat disimpan pada suhu
kamar dalam waktu yang lama tanpa mengalami kerusakan.
b. Nilai pH
Salah satu faktor pada pangan yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba adalah pH, yaitu suatu nilai yang menunjukkan keasaman atau kebasaan.
Dengan menggunakan pH-meter, nilai pH suatu bahan dapat diukur, umumnya
berkisar antara 0 sampai 14. Nilai pH 7 menunjukkan bahan yang netral, nilai pH
kurang dari 7 menunjukkan bahan bersifat lebih asam, sedangkan nilai pH lebih
dari 7 menunjukkan bahan lebih bersifat basa. Kebanyakan mikroba tumbuh baik
pada pH sekitar netral, dan pH 4,6 – 7,0 merupakan kondisi optimum untuk
pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan kamir dapat tumbuh pada pH yang lebih
rendah. Pengelompokan pangan berdasarkan nilai pH-nya adalah sebagai berikut:
1. Pangan berasam rendah, adalah pangan yang
mempunyai nilai pH 4,6 atau lebih, misalnya daging, ikan, susu, telur dan
kebanyakan sayuran. Pangan semacam ini harus mendapatkan perlakuan pengawetan
secara hati-hati karena mudah mengalami kerusakan oleh bakteri, termasuk
bakteri patogen yang berbahaya.
2. Pangan asam, adalah pangan yang mempunyai pH
3,7 – 4 misalnya beberapa sayuran dan buah-buahan. 3. Pangan berasam tinggi,
adalah pangan yang mempunyai pH di bawah 3,7, misalnya sayur asin, acar, dan
lain-lain.
Penurunan pH merupakan salah satu prinsip pengawetan pangan untuk mencegah pertumbuhan kebanyakan mikroba. Prinsip ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan asam ke dalam makanan seperti dalam pembuatan acar atau asinan. Cara lain adalah fermentasi agar terbentuk asam oleh mikroba seperti dalam pembuatan sayur asin.
Penurunan pH merupakan salah satu prinsip pengawetan pangan untuk mencegah pertumbuhan kebanyakan mikroba. Prinsip ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan asam ke dalam makanan seperti dalam pembuatan acar atau asinan. Cara lain adalah fermentasi agar terbentuk asam oleh mikroba seperti dalam pembuatan sayur asin.
c. Kandungan Gizi
Seperti halnya mahluk hidup lainnya, mikroba membutuhkan zat
gizi untuk pertumbuhannya. Bahan makanan pada umumnya mengandung berbagai zat
gizi yang baik untuk pertumbuhan mikroba, yaitu protein, karbohidrat, lemak,
vitamin, dan mineral. Akan tetapi ada beberapa bahan makanan yang selain
kandungan gizinya sangat baik juga kondisi lingkungannya mendukung, termasuk
nilai aw dan pH-nya sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Contoh bahan makanan
semacam ini adalah bahan yang mengandung protein tinggi, mempunyai pH sekitar
netral dan mempunyai aw di atas 0,95, misalnya daging, susu, telur, dan ikan.
Karena kondisinya yang optimum untuk pertumbuhan mikroba, maka pada bahan-bahan
pangan seperti itu bakteri akan tumbuh dengan cepat sehingga bahan pangan menjadi
mudah rusak dan busuk.
d. Senyawa Antimikroba
Pertumbuhan mikroba pada pangan juga dipengaruhi oleh adanya
bahan pengawet yang terkandung di dalamnya, yaitu senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Bahan pengawet atau disebut juga senyawa antimikroba pada
pangan dibedakan atas tiga golongan berdasarkan sumbernya, yaitu:
l. Senyawa antimikroba yang terdapat
secara alami di dalam bahan pangan, misalnya asam pada buah-buahan, dan
beberapa senyawa pada rempah-rempah.
2. Bahan pengawet yang ditambahkan dengan
sengaja ke dalam pangan atau pangan olahan, misalnya:
Nitrit untuk menghambat bakteri pada kornet sapi dan sosis
Garam natrium klorida untuk menghambat mikroba pada ikan
asin
Asam benzoat untuk menghambat kapang dan kamir pada selai
dan sari buah
Asam cuka (asam asetat) untuk menghambat mikroba pada asinan
Asam propionat untuk menghambat kapang pada roti dan keju
Sulfit untuk menghambat kapang dan kamir pada buah¬-buahan
kering dan anggur.
1.
Senyawa antimikroba yang terbentuk
oleh mikroba selama proses fermentasi pangan. Asam laktat, hidrogen peroksida
(H202), dan bakteriosin adalah senyawa antimikroba yang dibentuk oleh bakteri
asam laktat selama pembuatan produk¬produk susu fermentasi seperti yogurt,
yakult, susu asidofilus, dan lain-lain, serta dalam pembuatan pikel dari
sayur-sayuran seperti sayur asin.
e. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu
optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan,
mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut:
1. Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai
kisaran suhu per¬tumbuhan 0 – 20°C.
2. Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran
suhu pertum¬buhan 20 – 45°C.
3. Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu
pertumbuhan¬nya di atas 45°C.
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil,
yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya
mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 370C, yang juga adalah
suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang baik
untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen.
Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada
kisaran suhu 4-660C. Oleh karena kisaran suhu tersebut merupakan suhu
yang kritis untuk penyimpanan pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu
lama pada kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu di bawah 40C
atau di atas 660C. Pada suhu di bawah 4°C, mikroba tidak akan mati
tetapi kebanyakan mikroba akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang
tergolong psikrofil. Pada suhu di atas 66°C, kebanyakan mikroba juga terhambat
pertumbuhannya meskipun beberapa bakteri yang tergolong termofil mungkin tidak
mati.
f. Oksigen
Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas 4
kelompok sebagai berikut:
*Aerob, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya.*Anaerob, yaitu mikroba yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen.*Anaerob
fakultatif, yaitu mikroba yang dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.*Mikroaerofil,
yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi yang lebih rendah
daripada konsentrasi oksigen yang normal di udara. Mikroba perusak pangan sebagian besar tergolong
aerob, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, kecuali bakteri yang
dapat tumbuh pada saluran pencernaan manusia yang tergolong anaerob fakultatif,
dan beberapa bakteri yang tergolong anaerob yang sering menyebabkan kerusakan
makanan kaleng. Karena kebanyakan mikroba perusak tergolong aerob maka dengan
pengemasan pangan secara vakum, yaitu pengemasan dengan menghilangkan udara
dari dalam kemasan, sebagian besar mikroba perusak tidak dapat tumbuh. Kerusakan
pada pangan yang dikemas secara vakum terutama disebabkan oleh mikroba yang
tergolong anaerob atau anaerob fakultatif. Kebanyakan bakteri patogen yang
dapat hidup dalam saluran pencernaan bersifat anaerob fakultatif, misalnya Salmonella
dan Shigella. Oleh karena itu pengemasan vakum tidak menjamin pangan
bebas dari bakteri patogen. Selain itu salah satu bakteri patogen pembentuk
racun yang berbahaya, yaitu Clostridium botulinum, bersifat anaerob dan
sering ditemukan tumbuh pada makanan yang dikemas secara vakum terutama makanan
kaleng.
g. Kelembaban
Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab (RH
tinggi) akan mudah menyerap air sehingga nilai aktivitas air (aw)
meningkat. Kenaikan aw akan mengakibatkan mikroba mudah tumbuh dan
menyebabkan kerusakan pangan. Sebaliknya pangan yang disimpan di dalam ruangan
yang mempunyai aw rendah akan kehilangan air sehingga menjadi kering
pada permukaannya. Oleh karena itu salah satu cara penyimpanan yang baik,
terutama untuk produk-produk kering (aw rendah), adalah dengan
menyimpan di dalam ruangan yang kering (RH rendah) atau membungkusnya di dalam
kemasan yang kedap uap air.
1. Pengaruh Pemanasan Terhadap
Mikroorganisme
Untuk
mengendalikan pertumbuhan dan kegiatan mikroba dapat dilakukan dengan
menggunakan perlakuan suhu tinggi. Pada perlakuan suhu diatas suhu maksimum
pertumbuhan mikroba akan bersifat mematikan dan semakin tinggi suhunya akan
semakin tinggi laju kematiannya.
2. Pengaruh Pembekuan Terhadap
Mikroorganisme
Mikroorganisme
dapat diklasifikasikan atas dasar suhu optimum yang berguna untuk
pertumbuhannya. Umumnya mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada suhu dibawah 320F,
tetapi ada beberapa jenis khamir yang masih bisa tumbuh dalam substrat
tidak beku pada suhu dibawah 150F. Pendinginan yang lambat dapat
merusak populasi mikroba dan bentuk mikrobia yang sangat peka adalah sel-sel
vegetatif, sedangkan spora biasanya tidak rusak oleh pembekuan.
3. Pengaruh Pengeringan Terhadap
Mikroorganisme
Proses
pengeringan dalam pengolahan bahan makanan merupakan proses pembatasan air yang
digunakan untuk pertumbuhan oleh mikroorganisme. Hal ini akan menentukan
jumlah dan jenis dari mikroorganisme untuk tumbuh dalam bahan makanan tersebut.
4. Pengolahan dengan Garam dan Asam
Garam akan sangat berpengaruh bila
dimasukan kedalam bahan makanan karena garam akan dapat merobah rasa dari
makanan dan juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pencemar
pada bahan makanann terutama mikroorganisme proteolitik dan pembentuk spora
walaupu dengan kadar yang sangat rendah (sampai 6%). Pengolahan bahan makanan dengan pemberian garam/ NaCl konsentrasi tinggi
dapat mencegah kerusakan dari bahan tersebut. Mikroorganisme psikrofilik dapat
dicegah pertumbuhannya dengan pemberian NaCl pada konsetrasi 2-5 % dan
dikombinasikan dengan suhu rendah.
5. Pengolahan dengan Gula
Penggunaan gula dalam pengolahan
bahan makanan akan mempengaruhi mikroorganisme yang terdapat dalam bahan
makanan tersebut, terutama bila dalam konsentrasi yang tinggi(minimal 40%
padatan terlarut).Hal ini akan mengakibatkan air yang ada dalam bahan makanan
tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga kadar airnya menjadi
rendah dan keadaan inilah yang menyebabkan mikroorganisme tidak mampu untuk melakukan
aktifitas hidupnya.
6. Pengolahan dengan Bahan Pengawet Kimia
Penggunaan bahan kimia pengawet dalam
bahan makanan dapat menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme baik
bakteri, kapang dan khamir. Biasanya bahan kimia pengawet yang digunakan
bersifat bakteriostatik karena hanya dipakai dalam jumlah kesil sehingga tidak
membahayakan bagi konsumennya.
7. Pengaruh Radiasi dalam Pengawetan
Terhadap Mikroorganisme
Penggunaan radiasi dalam pengolahan bahan makanan bisa
mempengaruhi ketahahan dari mikroorganisme. Radiasi yang digunakan ada dua
macam yaitu: radiasi panas yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar dengan
gelombang yang panjang dan radiasi ionisasi yang merupakan radiasi yang
menggunakan sinar gelombang yang pendek.
8. Produk Pertanian (Sayur-sayuran)
Beberapa indicator mikroorganisme
pembusuk pada bahan pangan adalah bakteri yang tergolong ke dalam bakteri
koliform, bakteri ini hampir ada pada setiap bahan pangan yang telah
mengalami tahap pengolahan. Splittstoesser dan Wettergreen (1981)
melakukan pengamatan terhadap beku, melaporkan adanya Enterobacter dan
Klebsiella pada sayur-sayuran sejak masih di kebun yang merupakan mikroflora
normal. Sehingga, mikroorganisme ini tidak dapat dijadikan sebagai indicator
sanitasi. Sedangkan terkontaminasinya sayuran oleh koliform fekal seperti Escheria
coli yang sebenarnya jarang ditemukan pada sayuran dapat menjadikan bakteri
ini sebagai mikroorganisme indicator sanitasi pada sayuran. Sayuran segar lebih banyak
terkontaminsasi E.coli dibandingkan dengan sayuran beku. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sayuran jarang terkontaminasi oleh
kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah pemanenan sayuran dicuci
dengan air yang terkontaminasi kotoran. 2) Sayuran bukan termasuk ke dalam habitat
normal E.coli. 3) Kemingkinan terjadi kontaminasi kotoran maupun
koliform fekal pada sayuran, tetapi E.coli merupakan bakteri yang
sensitive terhadap proses blansir dan pembekuan sehingga tidak akan terdeteksi
pada produk sayuran beku.
Untuk sayuran
kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara sterilisasi komersial
di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah terbebas dari
mikroorganisme pathogen dan pembusuk yang dapat tumbuh selama penyimpanan pada
suhu simpan yang normal. Pengujian untuk kualitas keamanan makanan kaleng
yang terutama adalah Clostridium botulinum. Bakteri ini tergolong bakteri
anaerobic yang membentuk spora dan bersifat mesofilik, dan juga merupakan
bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat
fatal. Cemaran akan semakin tinggi pada bagian
tanaman yang ada di dalam tanah atau dekat dengan tanah. Mikroba tertentu
seperti Liver fluke dan Fasciola hepatica akan berpindah dari
tanah ke selada air akibat penggunaan kotoran kambing atau domba yang tercemar
sebagai pupuk. Air irigasi yang tercemar Shigella sp., Salmonella sp.,
E. coli, dan Vibrio cholerae dapat mencemari buah dan sayur. Selain
itu, bakteri Bacillus sp., Clostridium sp., dan Listeria
monocytogenes dapat mencemari buah dan sayur melalui tanah. Namun,
penanganan dan pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan bakteri
patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora.
Daging dan Unggas Pengujian mikroorganisme indicator pada produk daging merah dan daging
unggas biasanya untuk tujuan seperti: 1) Menjamin keamanan produk pangan secara
mikroorganisme biologis, 2) Mengetahui kondisi sanitasi selama pengolahan, dan
3) Mengetahui daya awet dari produk pangan. Alasan dari pengguanaan indicator adalah untuk memantau mutu bahan
mentah yang digunakan, kondisi pengolahan, dan mutu produk pada berbagai tahap
pengolahan dan distribusi.
Makanan Kaleng
Makanan kaleng
adalah produk olahan pangan yang sudah diawetkan agar tahan lama. Di dalam
bukunya yang sangat terkenal, Thermobacteriology in Food Processing, Prof. Dr.
C.R. Stumbo mengatakan bahwa makanan yang dikalengkan secara hermitis
(penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,
mikrobia atau bahan asing lain) merupakan produk teknologi pengawetan yang
sudah lama dikenal. Makanan yang
diawetkan dengan proses sterilisasi komersial, masih mengandung mikroba tetapi
tidak dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal. Proses sterilisasi ini
merupakan upaya penghancuran mikroba patogen beserta sporanya. Karena ada spora
bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi harus dilakukan
pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas (autoklav) selama 15
menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak memberi
kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu sangat
tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk,
misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan. Penurunan mutu makanan kaleng
bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi dan kondisi udara dalam head
space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya simpannya (shelf life
loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila menggunakan bahan
baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas yang tidak
berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun. Makanan
kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti dapat
disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu rendah
dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada
tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak
diinginkan. Kerusakan yang lain dapat terjadi
karena kurang sempurnanya pengolahan. Misalnya, selama proses sterilisasi,
terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng yang menggelembung, tetapi
kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila dalam proses pendinginannya
digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam
kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila kondisi penyimpanan
mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak
memproduksi racun. Ada beberapa
hal yang harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin (racun) Clostridium
botulinum yang merupakan mikroorganisme indikoator keamanan dalam
makanan kaleng yang kerap kali hadir. Bakteri yang berbahaya ini umumnya
menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi
diri dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Cara
hidup yang demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng,
terutama pada jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang
pHnya di atas 4,6 alias nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi
pertumbuhannya sesuai, toksin botulinum yang sangat berbahaya itu bisa
dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun tersebut akan menyerang susunan saraf
dan dampaknya bisa melumpuhkan, menyulitkan pernapasan serta menyebabkan
kematian.
Indikator Kebusukan Masa simpan atau daya awet dari produk daging dan unggas
dapat diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Kebusukan
yang umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses
termal yang diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan
pengepakan, cara pengepakan, dan suhu, serta waktu penyimpanan. Mikroorganisme yang menjadi indicator
kebusukan pada produk pangan daging merah dan unggas ini bervariasi tergantung
dari jenis produknya. Untuk daging segar yang belum diolah, dimana kebusukan
biasanya disebabkan oleh bakteri gram negative berbentuk batang seperti Pseudomonad,
biasanya ditetapkan pada suhu 20°C hitungan cawan selama tiga hari menggunakan
Plate Count Agar (PCA). Sedangkan produk daging yang di kemas di dalam plastic
yang tidak tembus oksigen, misalnya pada sosis yang dikemas/dibungkus secara
vakum di dalam plastic, kebusukan disebabkan oleh bakteri asam laktat. Dalam
keadaan ini, inkubasi masih dapat dilakukan pada suhu 20°C selama tiga hari,
PCA dapat diganti dengan agar APT untuk memperbesar ukuran koloni. Jika
digunakan medium PCA, bakteri asam laktat akan membentuk koloni berukuran
kecil. Jumlah bakteri asam laktat di dalam
produk daging olah yang di kemas secara vakum mempengaruhi kecepatan pembusukan
suatu produk pangan yang ditandai dengan terjadinya perubahan citarasa menjadi
asam dan perubahan warna cairan daging yang keluar menjadi keputih-putihan.
Jumlah hitungan cawan aerobic pada produk-produk pangan yang baru diolah
menunjukkan jumlah bakteri yang tahan terhadap proses pengolahan dan tingkat
kontaminasi peralatan dan sumber lainnya. Namun daya simpan dari produk daging
yang dikemas tidak dapat diketahui dari jumlah hitungan cawan aerobiknya,
karena sebagian besar bakteri yang terhitung dalam pengujian total koloni
bakteri aerobic tidak dapat utmbuh selama penyimpanan dengan kondisi vakum
tersebut.
Bakteri Bakteri merupakan makhluk bersel tunggal yang berkembang
biak dengan cara membelah diri dari satu sel menjadi dua sel. Pada kondisi yang
sangat baik, kebanyakan sel bakteri dapat membelah dan berkembang biak dalam
waktu kurang lebih 20 menit. Pada kecepatan yang tinggi ini satu sel bakteri
dapat memperbanyak diri menjadi lebih dari 16 juta sel baru dalam waktu 8 jam.
Berdasarkan bentuk selnya, bakteri dapat dibedakan atas empat golongan yaitu:
*Koki (bentuk bulat)=Koki mungkin terdapat dalam bentuk tunggal (terpisah),
berpasangan (diplokoki), berempat (tetra koki atau tetrad), bergerombol
(stapilokoki), dan membentuk rantai (streptokoki). *Basili (bentuk batang)
Basil mungkin terdapat dalam bentuk tunggal (terpisah) atau membentuk rantai. *Spirilium
(bentuk spiral)*Vibrio (bentuk koma) Bakteri ditemukan dimana-mana. Banyak
bakteri yang sebenarnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tetapi jika tumbuh dan
berkembang biak pada pangan sampai mencapai jumlah yang sangat tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan makanan, yaitu menimbulkan bau busuk, lendir, asam,
perubahan warna, pembentukan gas, dan perubahan-perubahan lain yang tidak
diinginkan. Bakteri semacam ini digolongkan ke dalam bakteri perusak pangan. Bakteri
perusak pangan sering tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang
mempunyai kandungan protein tinggi seperti ikan, susu, daging, telur dan
sayuran. Bakteri yang menyebabkan gejala sakit atau keracunan disebut bakteri
patogenik atau patogen. Gejala penyakit yang disebab¬kan oleh patogen timbul
karena bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh melalui pangan dan dapat
berkembang biak di dalam saluran pencemaan dan menimbulkan gejala sakit perut,
diare, muntah, mual, dan gejala lain. Patogen semacam ini misalnya yang
tergolong bakteri koli (Escherichia coli patogenik), Salmonella
dan Shigella. Bakteri patogenik di dalam pangan juga dapat menyebabkan
gejala lain yang disebut keracunan pangan. Gejala semacam ini disebabkan oleh
tertelannya racun (toksin) yang diproduksi oleh bakteri selama tumbuh pada
pangan. Gejala keracunan pangan oleh racun bakteri dapat berupa sakit perut,
diare, mual, muntah, atau kelumpuhan. Bakteri yang tergolong ke dalam bakteri
penyebab keracunan misalnya Staphylococcus aureus, Clostridium
perfringens, dan Bacillus cereus yang memproduksi racun yang
menyerang saluran pencemaan dan disebut enterotoksin, dan Clostridium
botulinum yang memproduksi racun yang menyerang syaraf serta dapat
menyebabkan kelumpuhan saluran tenggorokan dan disebut neurotoksin atau racun
botulinum. Selain pengaruh yang merugikan, beberapa bakteri juga mempunyai
pengaruh yang menguntungkan dan yang digunakan atau berperan. dalam pembuatan
berbagai makanan fermentasi, misalnya sayur asin, ikan peda, terasi, keju, susu
fermentasi (yogurt, yakult), sosis, dan lain-lain. Bakteri semacam ini
memproduksi senyawa-senyawa yang menimbulkan cita-rasa yang khas untuk
masing-masing produk, dan beberapa juga memproduksi asam yang dapat mengawetkan
makanan.
Kapang Kapang merupakan
mikroba dalam kelompok Fungi yang berbentuk filamen, yaitu struktumya terdiri
dari benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan dari banyak hifa membentuk
kumpulan massa yang disebut miselium dan lebih mudah dilihat oleh mata tanpa
menggunakan mikroskop. Contoh miselium adalah serat putih seperti kapas yang
tumbuh pada tempe. Kapang juga mempunyai struktur yang disebut spora yang pada
umumnya terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur yang sangat
ringan dan mudah menyebar kemana-mana. Spora merupakan alat perkembangbiakan
kapang, karena pada kondisi substrat dan lingkungan yang baik spora dapat
bergerminasi dan tumbuh menjadi struktur kapang yang lengkap. Dari satu
struktur kapang dapat dihasilkan beratus-ratus spora yang mudah menyebar dan
mencemari pangan, kemudian tumbuh menjadi bentuk kapang yang lengkap. Jika
dilihat dl bawah mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan
spora yang berbeda-beda, dan karakteristik struktur tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi kapang. Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu
tergantung dari jenis kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan
mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai dengan perubahan warna yang
menunjukkan adanya spora kapang dan sering disebut sebagai bulukan.
Tabel
1. Beberapa Jenis Kapang untuk Fermentasi dan Perusak Bahan Pangan
Jenis
Kapang
|
Warna
Spora
|
Pangan
yang Dirusak
|
Makanan
yang Difermentasi
|
Aspergillus
|
Hitam, hijau
|
Roti, serealia,kacang-kacangan
|
Kecap, tauco (A. orryzae)
|
Penicillium
|
Biru-hijau
|
Buah-buahan, sitrus, keju
|
Keju (P. roqueforti)
|
Rhizopus
|
Hitam di atas hifa berwarna putih
|
Roti, sayuran, buah-buahan
|
Tempe, oncom hitam (R. oryzae,
R.oligosporus)
|
Neurospora
(Monilia)
|
Oranye-merah
|
Nasi
|
Oncom merah
|
Beberapa kapang jika tumbuh pada pangan dapat memproduksi
racun yang berbahaya yang disebut toksin (racun) kapang atau mikotoksin.
Spesies kapang yang memproduksi mikotoksin terutama adalah dari jenis Aspergillus,
Penicillium dan Fusarium. Beberapa contoh mikotoksin yang sering
ditemukan pada pangan misalnya aflatoksin yang diproduksi oleh Asperglllus
flavus dan okratoksin yang diproduksi oleh Aspergillus ochraceus.
Kamir
Kamir merupakan organisme bersel tunggal yang termasuk dalam
kelompok Fungi. Jika tumbuh pada pangan, kamir dapat menyebabkan kerusakan,
tetapi sebaliknya beberapa kamir juga digunakan dalam pembuatan makanan
fermentasi. Kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan kamir ditandai dengan
terbentuknya bau asam dan bau alkohol, serta terbentuknya lapisan pada
permukaan, misalnya kerusakan pada sari buah. Beberapa contoh kamir yang
digunakan dalam proses fermentasi misalnya Saccharomyces cerevisiae
untuk membuat roti, bir dan minuman anggur, dan (Candida utilis) untuk
membuat protein mikroba yang disebut protein sel tunggal. Pada umumnya kamir
berkembang biak dengan cara membentuk tunas, meskipun beberapa jenis berkembang
biak dengan cara membelah. Tunas yang timbul pada salah satu sisi sel kamir
akan membesar dan jika ukurannya hampir menyamai induk selnya, maka tunas akan
melepaskan diri menjadi sel yang baru. Pada beberapa spesies, tunas tidak melepaskan
diri dari induknya sehingga semakin lama akan membentuk struktur yang terdiri
dari kumpulan sel berbentuk cabang-cabang seperti pohon kaktus yang disebut
pseudomiselium. Perkembangbiakan sel kamir semacam ini disebut reproduksi
aseksual. Selain dengan pertunasan, kamir juga berkembang biak dengan cara
reproduksi seksual, yaitu dengan membentuk askospora. Dalam 1 sel dapat
terbentuk 4-6 askospora. Askospora yang telah masak dapat mengalami germinasi
membentuk sel kamir, yang kemudian dapat berkembang biak secara aseksual dengan
pertunasan.
Virus
Virus merupakan organisme dengan ukuran yang paling kecil
dibandingkan dengan organisme lainnya. Virus merupakan organisme yang tidak
dapat berkembang biak sendiri melainkan harus berada pada sel organisme lainnya,
oleh karena itu digolongkan ke dalam parasit. Virus sering mencemari pangan
tertentu seperti susu, pangan hasil laut, dan sayur-sayuran serta air. Salah
satu virus yang sering mencemari pangan yaitu virus hepatitis A, serta virus
polio yang sering mencemari susu sapi mentah. Pertumbuhan mikroba pada
pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan setiap mikroba membutuhkan kondisi
pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu jenis dan jumlah mikroba yang dapat
tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap pangan juga berbeda, tergantung
dari jenis pangan tersebut. Pada kondisi yang optimum untuk masing-masing
mikroba, bakteri akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan kamir.
Hal ini disebabkan bakteri mempunyai struktur sel yang lebih sederhana, sehingga
pada kebanyakan bakteri hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk membelah.
Struktur sel kapang dan kamir lebih kompleks daripada bakteri dan membutuhkan
waktu lebih lama untuk membentuk sel baru, yaitu sekitar 2 jam atau lebih.
*Homogenisasi sampel, >Sebagai tahap pendahuluan
dalam pengujian yang berguna untuk membebaskan sel bakteri yang mungkin
terlindung partikel sampel dan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik
mungkin. Homogenisasi dapat dilakukan menggunakan alat seperti stainless steel
blender atau stomaker . Sedang sampel
bentuk cair tidak perlu menggunakan alat, cukup langsung dicampur dengan
pengencer dan dikocok sampai homogen.
*Tahap pengenceran. >Menggunakan larutan
pengencer yang berfungsi untuk menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin
kehilangan vitalitasnya karena kondisi di dalam sampel yang kurang
menguntungkan. Pengenceraan suspensi sampel dilakukan untuk mendapatkan koloni
yang tumbuh secara terpisah dan dapat dihitung dengan mudah, hal ini akan
sangat membantu terutama untuk sampel dengan cemaran yang sangat tinggi.
Umumnya pengencer yang digunakan adalah peptone water0,1%, buffer fosfat atau
larutan ringers (4 kali kuat), dan peptone 0,1% plus NaCL 0,85% (ISO 6887:1983)
*Tahap pencampuran > denganMedia (padat/ cair),
media padat yang digunakan umumnya adalah Plate Count Agar(PCA) atau Nutrient Agar(NA) sedangkan untuk inokulasi
suspense homogenat sampel ke dalam media , tergantung dengan metode yang telah
dipilih dan kesesuaian dengan sifat sampel dan mikroba yang mungkin ada dalam
sampel. Pada keadaan tertentu, media perlu ditambah dengan bahan lain seperti
glukosa untuk Enterococcus, atau serum untuk Mycoplasma dan
egg yolk. Untuk bakteri tertentu misalnya yang tidak tahan panas
terutama untuk pencampuran dengan media dengan suhu kira-kira 450 C,
dilakukan dengan metode sebar atau tetes dan suhu inkubasi rendah (misal.
bakteri Psychrotroph dan Psychrophiles).
*Tahap inkubasi dan pengamatan. >Inkubasi
dilakukan pada suhu dan lama yang sesuai dan kondisi dibuat sedemikian rupa
disesuaikan dengan sifat mikroba (kondisi aerob atau anaerob) : *0 -100 C
untuk bakteri Psikrotrof dan Psikrofil, *20-320 C untuk bakteri
Saprophtic mesophiles, *35-370 C (atau 450 C) untuk
bakteri parasit mesofil, *55-630 C atau lebih tinggi untuk bakteri
Termofilik, *30-320 C (ISO 4833:1991).
*Interpretasi hasil.>Metode Kualitatif
(Pengkayaan). Pada metode kualitatif dilakukan perbanyakan ( enrichment
pengkayaan) terlebih dahulu dari sel mikroba yang umumnya dalam jumlah yang
sangat sedikit dan bahkan kadang-kadang dalam kondisi lemah. Ada beberapa tahap
yang dilakukan yaitu tahap pengkayaan (enrichment), tahap isolasi pada media
selektif, tahap identifikasi dengan reaksi biokimia, dan dilanjutkan dengan
analisa antigenik atau serologi atau immunologi dan bila diperlukan dapat juga
dilakukan identifikasi DNA bakteri dengan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction) Tahap pengkayaan. Umumnya digunakan media cair yang berguna untuk
member kesempatan supaya bakteri dapat tumbuh pada media pengkaya, karena
bakteri lain juga dapat tumbuh, maka dapat ditambahkan inhibitor untuk mencegah
atau menghambat pertumbuhan bakteri lain dan dilanjutkan dengan menumbuhkan
kembali bakteri dalam media selektif atau differensial. Pada keadaan tertentu
dimana bakteri sangat lemah perlu dilakukan terlebih dahulu tahap
pra-pengkayaan (pre-enrichment) misalnya pada uji Salmonella ataupun
Enterobacter sakazaki, dimana media ini mengandung cukup gizi yang non
selektif. Tahap ini dimaksudkan untuk “menyembuhkan/ menguatkan” sel bakteri
yang sangat lemah atau sakit disebabkan oleh proses pengolahan makanan. Umumnya
pada tahap pra-pengkayaan digunakan media Lactose Broth atau Buffered Pepton Water, walaupun kadang-kadang
media ini belum tentu sesuai untuk semua jenis sampel. Pada makanan kering
seperti yeast dan susu bubuk, sampel hanya memerlukan rekonstitusi dalam air
suling yang mengandung Brilliant Green.
Sedangkan untuk sampel yang sangat berlemak seperti hasil olahan jeroan maka ke
dalam media pra-pengkaya ditambahkan Tergitol 7 sehingga memudahkan dispersi
lemak pada media. Tahap isolasi Setiap koloni atau galur mikroba yang akan
diidentifikasi harus benar benar murni dan untuk mendapatkan biakan murni
digunakan media selektif yang memungkinkan untuk isolasi koloni mikroba
tersangka berdasarkan pada karakter biokimia dari mikroba yang akan
mempengaruhi sifat pertumbuhan bakteri pada suatu media spesifik. Identitas
mikroba dapat dilihat dari pembentukan koloni yang spesifik pada media. Saat
ini, perkembangan metode pengujian cepat (rapid test ) dengan menggunakan media
selektif sudah makin berkembang dimana pada media sudah ditambahkan suatu
indikator/ bahan kimia tertentu yang dapat menandai adanya hasil reaksi
enzimatis sehingga terbetuk warna atau fluoresensi sehingga media tersebut
lebih spesifik lagi (misalnya media kromokult dan fluorokult). Contohnya media
fluorogenik untuk deteksi E.coli dan
kromogenik untuk deteksi E.sakazakiiyang sangat spesifik. Hal ini berdasarkan
pada enzi yang berasal dari bakteri tersebut misalnya E.coli (-D-galaktosidase) dengan penambahan
fluorogenic substrat 4-methylumbellliferyl--D-glucoronide akan suatu ikatan
kompleks yang akan menghasilkan fluoresensi
bila dilihat dibawah cahaya ultraviolet dan E.sakazakii
(-D-glukosidase) dengan substrat 5-Bromo-4-choloro-3-indolyl--D-
glucopyranoside) akan menghasilkan koloni dengan warna hijau torquise. Beberapa
media selektif yang digunakan untuk pengujian mikroba dan koloni spesifik dapat
dilihat pada Tabel 1.
MIKROBA
|
MEDIA SELEKTIF
|
PENGAMATAN
KOLONI
|
Escherichia coli
|
EMB agar
ENDO agar
|
Koloni warna
kehijauan dengan bintik hitam ditengah koloni dan kilap logam. Koloni warna
merah dengan kilap logam
|
Salmonella sp
|
XLD agar
BGA
|
Koloni
translucent dengan bintik hitam ditengahnya, dan dikelilingi zona transparan
berwarna kemerahan. Koloni dari tidak berwarna, merah muda hingga merah, dari
translusen hingga keruh (opaque) dengan lingkaran merah muda hingga merah.
|
Shigella sp
|
Mac Conkey
agar
|
Koloni warna
merah muda terang, translusent, dengan atau tanpa pinggir koloni bergerigi
atau kasar.
|
Campylobacter
|
Mccda
|
Koloni basah,
berwarna abu - abu
|
Staphylococcus aureus
|
BP agar
MSA
|
Koloni warna
hitam mengkilat, dikelilingi daerah keruh (opaque). Koloni cembung, warna
kuning & warna media berubah menjadi jernih.
|
Bacillus cereus
|
MYP agar
|
Koloni merah
muda dikelilingi daerah keruh.
|
Clostridium perfinges
|
TSC agar
|
Koloni
berwarna hitam dengan daerah keruh berukuran 2-4 mm di sekeliling koloni
|
Vibrio cholerae
|
TCBS agar
|
Koloni besar
(2–3 mm), halus, kuning, datar (agak pipih), bagian tengah keruh dan
disekelilingnya translucens
|
Vibrio parahaemolyticus
|
TCBS agar +
NaCl 3%
|
Koloni bulat
berdiameter 2- 3 mm dengan pusat warna
|
Listeria monocytogenes
|
ALOA agar
PALCAM agar
|
Koloni biru
hijau , dikelilingi halo (lingkaran) keruh. Koloni berwarna abu-abu hijau
dikelilingi halo (lingkaran)
|
Enterococcus faecalis
|
Enterococci
agar
|
koloni kecil
berwarna hijau kebiruan
|
Enterobacter sakazakii
|
Chromocult
E.sakazakii
|
Koloni warna
hijau toska, atau biru-hijau
|
*Pewarnaan Gram >Selain isolasi dan
identifikasi dilakukan juga pewarnaan Gram langsung terhadap koloni, baik Gram
positif maupun Gram negatif.
Tahap konfirmasi. Dilakukan dengan berbagai
metode diantaranya :
*3
Konfirmasi dengan reaksi biokimia menggunakan media tertentu, karena setiap
bakteri mempunyai karakter biokimia spesifik. Prinsip dasarnya adalah enzim
yang diproduksi mikroba akan mengdegradasi misalnya. karbohidrat,lipid, Kasein,
dalam hal ini hasil metabolit dapat dilihat secara visual dengan adanya
tambahan suatu indicator. Saat ini uji biokimia sudah banyak dibuat secara
komersil dalam bentuk miniatur berupa kit dan hasil uji dapat dilihat secara
visual dan interpretasi secara manual atau dapat menggunakan suatu program
(komputer) dan alat yang yang sesuai seperti .ELISA reader.
*3
Konfirmasi analisa antigenik menggunakan antisera atau immunologi
berdasarkan adanya reaksi antigen dengan antibodi (misalnya. Enzyme Linked Immunosorbent
Assay /ELISA ) Karena antibody hanya bereaksi dengan antigen yang sesuai, maka
sifat ini juga digunakan untuk pengembangan teknik diagnostik. Hasil pengujian
dapat diketahui/ dilihat secara visual seperti adanya aglutinasi atau
presipitasi ata terbentruknya warna yang dapat dilihat secara visual atau
menggunakan alat ELISA READER atau terbentuknya fluoresen yang dapat dilihat
menggunakan bantuan mikroskop fluoressein.
*3
Tahap selanjutnya merupakan identifikasi lebih sempurna yaitu typing
secara bakteriofag atau identifikasi menggunakan analis dengan DNA probe ataupun metode PCR (Polymerase Chain
Reaction).
*3
DNAprobe (Tehnik Pelacak Asam Nukleat) yang merupakan tehnik hibridisasi
DNA bakteri dengan potongan DNA spesifik yang telah dilabel sehingga adanya
daerah homolog dapat dideteksi dengan visualisasi radioaktif, fluorimeter dan
kolorimeter. Tehnik ini sering digunakan untuk mendeteksi adanya gen patogen
pada bakteri dengan menggunakan pelacak potongan DNA spesifik (misalnya
pengkodeoksin spesifik).
*3
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknik penggandaan DNA ini dapat
membantu dalam identifikasi bakteri maupun virus yang mencemari makanan. PCR
adalah suatu teknik yang sangat menolong, setelah dilakukan prosedur yang cukup
rumit untuk mendapatkan urutan DNA yang cukup. Teknik PCR inilah yang
memungkinkan proses analisis DNA menjadi lebih cepat dibandingkan dengan
melakukan tes DNA dengan cara konvensional. Dengan PCR, urutan DNA dapat
digandakan (amplifikasi) hanya dalam waktu beberapa jam sampai kuantitasnya
cukup untuk sebuah proses analisis, hasil penggandaan dapat divisualisasikan
menggunakan elektroforese dan Gel
Documentation. Sekarang hasil amplifikasi dapat juga divisualisasikan
menggunakan suatu alat khusus (Bio Analizer) dimana tidak perlu digunakan lagi
elektroferese dan Gel Documentation Visualisasi berupa kurva dan pita/band
(peak). Metode PCR merupakan metode yang sangat sensitif dan spesifik dalam
identifikasi bakteri karena menggunakan target gen spesifik bakteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar