pemindangan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Ikan tergolong bahan makanan yang mudah sekali busuk oleh sebab itu agar sampai di tangan konsumen
masih dalam keadaan baik, diperlukan cara-cara penanganan yang baik,dari sekian
banyak upaya manusia untuk mempertahankan mutu ikan yang umum dilakukan adalah
pengolahan secara tradisional dari pengawetan hasil ikan yang ditangkap
diantaranya teknologi pengawetan ikan dengan
cara pemindangan.
Ikan pindang merupakan
salah satu hasil olahan yang cukup populer di Indonesia, dalam urutan hasil
olahan tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan asin. Dilihat dari sudut
program peningkatan konsumsi protein masyarakat, ikan pindang mempunyai prospek
yang lebih baik dari pada ikan asin. Hal ini mengingat bahwa ikan pindang
mempunyai cita-rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibandingkan
dengan ikan asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak.
Kelebihan ikan pindang dan ikan asin ialah ikan pindang merupakan produk yang
siap untuk dimakan (ready to eat). Di samping itu juga praktis semua
jenis ikan dari berbagai ukuran dapat diolah menjadi ikan pindang. (Badan Riset
Kelautan dan Perikanan. 2005)
Dibanding pengolahan
ikan asin, pemindangan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu: (1) cara
pengolahannya sederhana dan tidak memerlukan alat yang mahal, (2) hasilnya
berupa produk matang yang dapat langsung dimakan tanpa perlu dimasak terlebih
dahulu, (3) rasanya cocok dengan selera masyarakat Indonesia pada umumnya, (4)
dapat dimakan dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga sumbangan proteinnya
cukup besar bagi perbaikan gizi masyarakat (Astawan, 2004c).
Berbeda dengan pembuat ikan asin walaupun pindang di olah dengan
mempergunakan garam namun yang diperoleh hasil yang berbeda karena pada
pengolahan pindang selain penggaraman juga dikombinasikan dengan proses
pemanasan sehingga produk yang dihasilkan mempunyai karakteristik tersendiri.
Dari segi taknologi pengawetan produk
pindang dapat diklasifikasikan sebagai produk setengah awet (semi preserved),
dibandingkan dengan ikan segar pindang masih mungkin sampai mencapai pelosok
desa, meningat masih kurang tersedianya fasilitas pendingin ikan. Dengan
demikian upaya untuk memasyarakatkan makan ikan memperoleh jangkauan yang lebih
luas.
1.2. Tujuan
Tujuan dari observasi mata kuliah
teknologi pengolahan hasil perikanan mengenai teknik pemindangan ikan adalah :
1. Mengetahui
proses pengawetan ikan secara tradisional
2. Mengetahui
proses pemindangan badeng
3. Mengetahui
teknik pemindangan dengan bahan baku ikan tongkol, ikan bandeng, dan ikan layang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teknik Pemindangan
Pemindangan adalah
pengolahan ikan yang dilakukan dengan cara merebus ikan dalam susana bergaram
selama waktu tertentu. Setelah selesai pemasakan, biasanya wadah di mana ikan
disusun langsung digunakan sebagai wadah penyimpanan dan pengangkutan untuk
dipasarkan.
Berdasarkan cara
perebusan ikan dalam suasana bergaram maka teknik penggaraman dapat dibedakan
atas 2 kategori yaitu pemindangan garam dan pemindangan air garam.
a. Pemindangan
garam : Pada teknik ini, lapisan ikan yang digarami dengan garam kering, disusun
berlapis-lapis di dalam wadah yang terbuat dari plat logam, pendil atau paso
tanah (belanja tanah) atau lainnya. Kemudian direbus dalam jangka waktu yang
cukup lama (sekitar 4 – 6 jam), cairan perebus kemudian dibuang melalui lubang
kecil bagian bawah wadah atau ditiriskan. Pada lapisan atas ditutup dengan
selembar kertas dan di atas permukaan kertas ini disebarkan merata selapis
garam.
b. Pemindangan air
garam (brine boiling) : teknik ini ikan ditaburi garam disusun
diatas keranjang atau rak bambu disebut “naya”. Beberapa naya diisi ikan dan
disusun vertikal pada suatu kerangka lalu dicelupkan kedalam air garam mendidih
di dalam wadah yang terbuka dan lama pembuatan relatif jauh lebih singkat
daripada teknik pemindangan garam. Setelah proses perebusan selesai, wadah di
mana ikan tersusun diangkat, kemudian direndam atau disiram dan didinginkan
untuk siap didistribusikan dan dipisahkan.
2.2.
Jenis-jenis ikan pindang
Menurut Wibowo (1996), cara
pemindangan ikan yang dilakukan sangat bervariasi tergantung daerah,
jenis ikan, dan kebiasaan pengolah. Akibatnya proses dan mutu pindang
yang dihasilkan sangat beragam. Karena itu, dapat dibuat beberapa kelompok ikan
pindang berdasarkan proses, wadah yang digunakan, jenis ikan, perlakuan atau
bumbu yang ditambahkan, dan daerah asal.
Tabel 1.
Pengelompokan Jenis – Jenis Ikan Pindang di Indonesia.
No
|
Dasar Pengelompokan
|
Nama dalam Perdagangan
|
1
2
3
4
5
|
Proses
Wadah
Jenis ikan
Bumbu
Asal
|
Pindang cue (perebusan dalam air garam), pindang
garam (pemanasan dengan garam dan sedikit air), pindang presto (pemindangan
tekanan tinggi, pindang duri lunak).
Pindang naya (pindang cue dengan wadah naya), pindang
besek (pindang cue dengan wadah besek), pindang badeng, pindang paso, pindang
kendil.
Pindang bandeng, pindang tongkol, pindang kembung,
pindang lemuru, pindang tawes, pindang gurami, dan sebagainya.
Pindang memakai bahan tambahan , misalnya kunyit.
Pindang Pekalongan, Pindang Kudus, Pindang Tuban,
pindang Muncar dan sebagainya.
|
Sumber : Wibowo (1996)
2.3.
Cara pengolahan ikan pindang
Beberapa yang sering
dilakukan oleh daerah yang membuatnya dikenal dengan cara Bawean, cara Muncar dan
Pemindangan Gaya Baru.
a.
Cara bawean :
Alat dan bahan yang
harus disediakan adalah pendil atau paso, daun pisang kering dan garam sebanyak
20 – 30% dari berat ikan. Gunakan garam yang kemurniannya tinggi kemudian ikan
dicuci bersih setelah dibuang isi perut dan insangnya lalu ditaburi garam
secukupnya.
Ikan dimasukkan kedalam
pendil diatur berlapis-lapis serapat mungkin. Di antara lapisan diberikan
garam,setelah pendil/paso penuh ikan ditambahkan air sampai ikan terendam.
Pendil/paso dipanaskan diatas api sampai ikannya masak, yaitu apabila daging
dekat ekor dan kepala susah retak-retak, air yang tersisa dikeluarkan. Setelah
selesai pendil dibingkus dengan daun jati kemudian diikat supaya tidak pecah
selama penyimpanan dan pengangkutan. Pindang bisa tahan sampai 3 bulan dan
biasanya pemindangan dilakukan terhadap ikan layang (Decapterus spp) dan ikan
Bandeng (Chanos-chanos).
b. Cara muncar :
Caranya beda dengan
bawean adalah dalam acara pemasakan yaitu tidak direbus tetapi dikukus diatas
tungku khusus,sedangkan tempat yang dipakai bukan pendil/paso tanah, tetapi
loko yaitu semacam ayakan dari bambu. Pada pemindangan cara ini harus
disediakan loko, peti pemasakan, tungku khusus serta belanga atau wajan besar.
Ikan dicuci bersih,di
mana isi perut dan insangnya tidak dibuang, kemudian ikan yang sudah bersih
direndam dalam air garam jernih (lk. 25%) selama 15 – 30 menit. Kemudian ikan
diatur/dijajar di atas loko sampai penuh dan ditiriskan ditempat teduh sampai
kering. Loko/ayakan bambu dimasukkkan ke dalam peti pemasakan sampai penuh,air
dimasak dalam belanga sampai mendidih kemudian peti yang berisi loko/ikan
diletakkan diatas belanga sehingga uap air menghembus ikan diatasnya.
Setiap 15 menit
loko/ayakan bambu yang berisi ikan dibagian teratas dipindahkan ke bagian
terbawah dan loko-loko lainnya digeser ke rak atasnya. Ikan sekali-kali dibalik
supaya masak merata. Ikan akan masak bila dikukus selam + 1 jam, setelah masak
ikan bersama lokonya disimpan dalam rak-rak bambu di tempat yang teduh,
dibiarkan semalam sehingga kulit ikan menjadi kering dan mengkilap dan pindang
ini bertahan selama 7 – 15 hari.
c. Pemindangan gaya baru
Alat dan bahan yang
harus disediakan adalah besek bambu, merang atau daun pisang kering dan garam
sebanyak 20 – 50% dari berat ikan. Ikan yang telah dicuci bersih, dilumuri
denagn garam dan diatur berlapis-lapis dalam besek yang alasnya sudah diberi
merang atau daun pisang kering.
Di atas lapisan merang
dan di antara lapisan-lapisan ikan diberi garam, ikan dalam besek dibiarkan
selama 1 – 3 jam supaya garam meresap ke dalam daging ikan. Kemudian besek
dimasukkan ke dalam belanga yang berisi larutan garam yang mendidih. Setelah +
45 menit besek diangkat dan ditiriskan lalu disimpan. Cara dibandingkan dengan
cara Bawea dan Muncar lebih bersih, lebih sedap dan dagingnya lebih padat.
Pindang ikan bias tahan sampai 3 bulan.
2.4. Proses pengolahan ikan pindang
Tahap 1 : Penyiangan dan
pencucian. Tahapan proses ini adalah mengelompokan ikan berdasar pada jenis, ukuran
dan tingakat kesegarannya. Kemudian ikan disiangi dengan membuang sisik, sirip,
insang , isi perut dan kotoran lainnya. Kebanyakan pemindang tidak melakukan
proses penyiangan ini, karena dianggap pemborosan kerja dan waktu, mengingat
ikan toh selanjutnya akan dimasak, juga memperkecil resiko kerusakan karena
penyiangan.
Tahap 2 : Penyusunan
ikan. Ikan disusun secara teratur ke dalam periuk, untuk menjamin bahwa proses
kematangan ikan merata. Periuk yang digunakan terbuat dari tanah liat,
disamping untuk meneralisir panas yang terlalu tinggi juga menyebarkan panas
secara merata keseluruh bagian. Pada proses ini tidak dilakukan seleksi ikan
yang baik dan yang sudah mendekati
Tahap 3 : Penggaraman
ikan. Penggaraman dalam proses
pemindangan berfungsi untuk memberikan rasa gurih, menurunkan kadar cairan
dalam tubuh ikan, dan mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk
maupun organisme lain. Kecepatan penetrasi garam kedalam daging ikan
dipengaruhi oleh konsentrasi garam, kemurnian garam, jenis dan ukuran ikan,
kadar lemak dan suhu . Garam yang ditaburkan pada ikan banyaknya bergantung
pada berat ikan. Kebiasaan masyarakat dalam pemberian garam tanpa ditimbang
sesuai dengan berat ikan dan pula kualitas garam yang digunakan tidak terjamin
kemurniannya.
Tahap 4 : Perebusan ikan. Perebusan berfungsi untuk membuat ikan
menjadi masak. Pada proses ini api yang digunakan sekitar 600 selama 2 – 12
jam. Lama perebusan ini bergantung pada ukuran ikan yang dipindang.Semakin
besar ukurang ikan , semakin lama waktu perebusan . Tanda ikan telah maska pada
proses perebusan adalah, terdapat retakan-retakan, terutama pada bagian daging,
kepala dan ekor. Untuk melihat apakah ikan sudah masak atau belum, kebiasaan
yang dilakukan masyarakat adalah dengan melihat kedalam periuk, dan dengan
pijitan tangan pada tubuh ikan, maka dapat dipekirakan apakah ikan tersebut
masak atau belum. Sering terjadbahwa ikan yang direbus terlalu masak, sehingga
pada saat diangkat ada bagian-bagian yang lepas (ikan tidak utuh lagi).
2.5. Syarat keberhasilan pemindangan
Keberhasilan proses pemindangan ikan sangat dipengaruhi oleh mutu
bahan-bahan yang digunakan dan kondisi lingkungan. Selain ikan, bahan utama
pembuatan ikan pindang adalah garam. Bahan – bahan yang akan digunakan harus memenuhi
syarat tertentu agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik. Syarat- syarat
yang harus dipenuhi adalah:
a.
Ikan harus
segar :
Meskipun
ikan dengan tingkat kesegaran yang berbeda - beda dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan ikan pindang, ikan yang telah membusuk sebaiknya tidak
digunakan. Penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan menghasilkan
produk akhir yang kurang baik (hancur), sehingga harga jual rendah. Selain itu,
penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan menghasilkan ikan pindang
yang terlalu asin. Hal ini terjadi karena proses penetrasi garam kedalam daging
ikan yang kurang segar berlangsung terlalu cepat (Afrianto dan Liviawaty, 1989)
b.
Mutu garam
harus baik.
Selanjutnya
Afrianto dan Liviawaty (1989) menyatakan bahwa mutu garam akan
mempengaruhi kecepatan penetrasi garam kedalam tubuh ikan. Kecepatan penetrasi
garam kedalam tubuh ikan sangat tergantung pada kadar NaCl yang
dikandungnya. Semakin tinggi kadar NaCl yang dikandung, semakin cepat pula penetrasi
berlangsung.
2.6. Mutu ikan pindang
Ikan pindang yang baik harus
memenuhi kriteria tertentu. Cara paling mudah untuk menilai mutu ikan pindang
adalah dengan menilai mutu sensorisnya. Minimal empat cara parameter sensoris
yang perlu dinilai, yaitu rupa dan warna, bau, rasa, dan tekstur (Wibowo 1996).
Menurut Saleh (2002), ikan pindang
yang bermutu baik mempunyai kriteria sebagai berikut:
Tabel 2. Mutu ikan pindang
Parameter
|
Keterangan
|
Rupa dan warna
|
Utuh, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak
terlihat endapan lemak atau lainnya. Warna produk spesifik jenis,
cemerlang, tidak berkapang dan berlendir.
|
Bau
|
Spesifik jenis produk, bau produk ikan rebus, bau
gurih dan segar.
|
Rasa
|
Gurih spesifik produk, tidak terdapat rasa asin yang
berlebihan dan keasinan merata.
|
Tekstur
|
Kompak, padat, spesifik jenis produk, empuk, cukup
kering dan tidak basah
|
.
2.7.
Deskripsi ikan tongkol
Ikan Tongkol adalah jenis ikan pelagis yang merupakan
salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan
yang kurang baik di beberapa perairan Indonesia, terutama disebabkan minimnya
informasi waktu musim tangkap, daerah penangkapan ikan, disamping kendala
teknologi tangkapnya itu sendiri, tingkat pemanfaat sumber daya ikan menjadi
sangat rendah.
Klasifikasi ikan tongkol yaitu sebagai berikut :
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub Class : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Family : Scombridae
Genus : Euthynnus
Species : Euthynnus affinis
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub Class : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Family : Scombridae
Genus : Euthynnus
Species : Euthynnus affinis
2.7.1. Morfologi ikan tongkol
Ikan tongkol masih tergolong pada ikan Scombridae, bentuk tubuh seperti
betuto, dengan kulit yang licin .Sirip dada melengkung, ujngnya lurus dan
pangkalnya sangat kecil. Ikan tongkol merupakan perenang yang tercepat diantara
ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan
dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini
dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya
gesekan dari air pada waktu ikan tersebut berenang cepat. Dan dibelakang sirip
punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip tambahan yang kecil-kecil yang
disebut finlet. (T. Djuhanda, 1981).
2.7.2. Habitat ikan tongkol
Menurut Soesanto (1979),
Ikan Tongkol merupakan salah satu jenis ikan pelagis artinya hidup dilapisan
atas dari suatu perairan. Bentuk badanya memanjang yang kedua ujungnya
meruncing, mempunyai dua sirip punggung dan 7-8 finlet. Dari bentuk ikan adanya
dua sirip punggung dan banyaknya finlet ini menujukan ikan tongkol termasuk
jenis ikan perenang cepat.
Ikan tongkol merupakan
penghuni hampir seluruh perairan asia. Di indonesia, ikan ini banyak membentuk
gerombolan-gerombolan besar terutama di perairan indonesia timur dan samudra
Indonesia. Termasuk ikan pelagis perenang cepat sehingga untuk menangkapnya
alat yang digunakan harus dioperasikan dengan kecepatan yang memadai
(Kriswanto, 1986).
2.8.
Deskripsi ikan bandeng
Bandeng (Chanos chanos
Forsskål) adalah ikan pangan populer di Asia Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya
spesies yang masih ada dalam familia Chanidae (bersama enam genus
tambahan dilaporkan pernah ada namun sudah punah). Dalam bahasa Bugis dan Makassar dikenal sebagai ikan bolu, dan
dalam bahasa Inggris
milkfish).
Ikan
bandeng memiliki nama latin Chanos chanos, merupakan ikan
campuran antara air asin dan air tawar atau payau. Ikan bandeng merupakan ikan
laut dengan daerah persebaran yang sangat luas yaitu dari pantai Afrika Timur
sampai ke Kepulauan Tua mutu, sebelah timur Tahiti, dan dari Jepang Selatan
sampai Australia Utara. Ikan ini biasanya terdapat di daerah Tropika dan Sub
Tropika Ikan bandeng memiliki nama lain yaitu Milkfish.
Klasifikasi ikan bandeng yaitu :
Klasifikasi :
Kingdom :
Animalia
Phylum :
Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Classis :
Pisces
Sub Classis : Teleostei
Ordo :
Malacopterygii
Familia :
Chanidae
Genus :
Chanos
Spesies :
Chanos chanos
2.8.1. Jenis-jenis ikan
bandeng
Ikan bandeng memiliki dua jenis kelamin yaitu
jantan dan betina, bandeng jantan dapat diiketahui dari lubang anusnya yang
hanya dua buah dan ukuran badan agak kecil sedangkan bandeng betina memiliki
lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar dari ikan bandeng jantan.
2.8.2. Morfologi ikan bandeng
Ikan bandeng Menurut Djuhanda (1981) mempunyai tubuh
yang ramping dan ditutupi oleh sisik dengan jari-jari yang lunak. Sirip ekor
yang panjang dan bercagak. Mulut sedang dan non protractile dengan posisi mulut
satu garis dengan sisi bawah bola mata dan tidak memiliki sungut. Ikan ini memiliki tubuh langsing dengan sirip ekornya bercabang sehingga
mampu berenang dengan cepat. Warna tubuhnya putih keperak – perakan. mulut
tidak bergerigi sehingga menyukai makanan ganggang biru yang tumbuh di dasar
perairan (herbivora)
2.8.3. Habitat ikan bandeng
Mereka hidup di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan cenderung berkawanan di
sekitar pesisir dan pulau-pulau
dengan terumbu
koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut selama 2–3
minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau
berair payau, dan kadangkala danau-danau
berair asin. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa
berkembang biak. Ikan muda (disebut nener)
Ikan ini dapat hidup sampai ke pinggiran dan tengah laut kemudian secara
kontinyu akan kembali ke perairan dangkal atau tepi pantai untuk bertelur. Ikan
bandeng lebih menyenangi perairan dangkal dengan banyak tanaman bakau di
sekitarnya.
2.9. Deskripsi ikan layang (Decapterus spp)
Ikan
layang (Decapterus spp) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis
kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini
bisa hidup bergerombol.
Menurut
klasifikasi Bleker dalam Saanin (1968) sistematika ikan layang adalah sebagai
berikut :
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Divisi : Perciformes
Sub divisi : Carangi
Familia : Carangidae
Genus : Decapterus
Spesies : Decaptersus
russelli
2.9.1. Jenis
ikan layang
Di
perairan Indonesia terdapat lima jenis layang yang umum yakni
Decapterus kurroides, Decapterus
russelli, Decapterus macrosoma Decapterus layang, dan Decapterus maruadsi (FAO,1974).
Dari kelima
jenis ini hanya Decapterus
russelli yang mempunyai daerah sebaran yang
luas di Indonesia , sedangkan di
Perairan Laut Jawa terdapat dua spesies
yaitu Decapterus macrosoma dan
Decapterus ruselli (Widodo ,1988).
2.9.2. Morfologi ikan layang
Ikan
layang biasa (Decapterus russelli), badan memanjang, agak gepeng. Dua
sirip punggung.Sirip punggung pertama berjari-jari keras 9 (1 meniarap + 8
biasa), sirip punggung kedua berjari – jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip
dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan 1 bergabung dengan 22 – 27 jari sirip
lemah. Baik di belakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari
sirip tambahan ( finlet ) termasuk pemakan plankton, diatomae,
chaetognatha, copepoda, udangudangan, larva-larva ikan,juga telur-telur ikan
teri (Stolephorus sp,).
Hidup di
perairan lepas pantai, kadar garam tinggi membentuk gerombolan besar. Dapat mencapai panjang 30 Cm, umumnya 20 – 25
cm. Warna: biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah.
Sirip siripnya abu-abu kekuningan atau kuning pucat.Satu totol hitam terdapat
pada tepian atas penutup insang (Ditjen Perikanan,1998)
2.9.3. Biologi ikan layang
Secara
biologi ikan layang merupakan plankton feeder atau pemakan plankton kasar yang
terdiri dari organisme pelagis meskipun komposisinya berbeda masing-masing
spesies copepoda, diatomae,larva ikan. Sumber daya tersebut bersifat ‘multispecies’
yang saling berinteraksi satu sama lain baik secara biologis ataupun secara
teknologis melalui persaingan (competition) dan atau antar hubungan
pemangsaan (predatorprey relationship).Secara ekologis sebagian
besar populasi ikan pelagis kecil termasuk ikan layang menghuni habitat yang
relatif sama, yaitu di permukaan dan membuat gerombolan di perairan lepas
pantai , daerah-daerah pantai laut dalam , kadar garam tinggi dan sering
tertangkap secara bersama.
2.9.4. Habitat dan Distribusi ikan layang
Di Laut
Jawa sangat dominan dalam hasil tangkapan nelayan mulai dari Pulau
Seribu, hingga P.Bawean dan P. Masalembo,Selat Makassar Selat Karimata,
Selat Malaka, Laut Flores, Arafuru, Selat Bali. Decapterus ruselli
dan Decapterus macrosoma tersebar di perairan tertentu. Tampaknya Decapterus
ruselli senang hidup di perairan dangkal seperti Laut Jawa, sedangkan Decapterus
macrosoma tersebar di perairan laut seperti di Selat Bali, Perairan
Indonesia Timur Laut Banda, Selat Makassar dan Sangihe, Laut Cina Selatan. Decapterus
kurroides tergolong ikan yang agak langka antara lain terdapat di Selat
Bali, Labuhan dan Pelabuhan Ratu (Jawa Barat). Decapterus maruadsi termasuk
ikan layang yang berukuran besar, hidup di laut dalam seperti di Laut Banda
tertangkap pada kedalaman 100 meter lebih (Nontji, 2002) .
Ikan
layang termasuk jenis ikan perenang cepat, bersifat pelagis,
tidak menetap dan suka bergerombol.
Jenis ikan ini tergolong “stenohaline”, hidup di perairan yang berkadar garam
tinggi (32 – 34 promil) dan menyenangi perairan jernih. Ikan layang banyak
tertangkap di perairan yang berjarak 20 – 30 mil dari pantai. Sedikit informasi
yang diketahui tentang migrasi ikan , tetapi ada kecenderungan bahwa pada siang
hari gerombolan ikan bergerak ke lapisan air yang lebih dalam dan malam hari
kelapisan atas perairan yang lebih. Dilaporkan bahwa ikan ini banyak dijumpai
pada kedalaman 45 – 100 meter (Hardenberg dalam Sunarjo ,1990).
Ikan
layang meskipun aktif berenang, namun terkadang tidak aktif
pada saat membentuk gerombolan di
suatu daerah yang sempit atau disekitar benda-benda terapung.
2.9.5. Musim Pemijahan Ikan Layang.
Musim
pemijahan ikan pelagis kecil di Perairan Laut Jawa relatif panjang tetapi
masing-masing individu lama memijah dalam periode singkat. Keberadaan juvenil
ikan layang (ukuran kurang dari 12 Cm) hanya terjadi pada bulan Maret sampai
Juli. (Atmaja dkk.,2003). Tingkat kematangan gonad ikan layang biasa (D.ruselli)
pada tingkat matang (ripe) dijumpai pada bulan April sampai Juni ,
sedangkan pada tingkat lepas telur (masa istirahat dan menyerupai kantong
kosong) terjadi pada bulan sampai Desember . Juvenil kecil telah dijumpai
antara bulan Maret sampai Mei antara ukuran 6 Cm. (Widodo,1988).
BAB III
METODOLOGI
3.1.
Waktu dan Tempat
Kegiatan observasi kuliah lapang mata kuliah teknologi pengolahan hasil perikanan modern
dan tradisional mengenai teknik pemindangan ikan dilaksanakan pada hari kamis 1
November 2011 pukul 15.00 sampai pada pukul 17.00 WIB di Kp. Larangan Kec.
Kramatwatu Kab. Serang Kel. Harjatani.
3.2.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam
teknik pemindangan ikan terdiri dari tungku, pisau, ember palstik atau bak air,
kuali. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah ikan tongkol, ikan bandeng,
ikan layang dan garam.
3.3. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah
metode observasi lapangan. Metode observasi lapangan yaitu melakukan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap suatu objek penelitian dengan
mengikuti aktivitas dari produsen pembuat pindang ketempat produksi.
Dan metode pengumpulan data juga dapat diperoleh
dari referensi yang membantu. Pengumpulan data terdiri
dari pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan
dengan mengambil data yang ada di lapangan. Sedangkan pengumpulan data sekunder
dilakukan dalam usaha melengkapi data yang ada, yaitu wawancara dan studi
pustaka guna menunjang data-data yang didapatkan dari lapangan.
3.4. Analisis data
Analisis
data yang digunakan dalam observasi teknik pemindangan ikan yaitu
dengan mengisi lembar quisioner yang ditujukan kepada produsen dengan cara
mewawancarai langsung sebagai narasumber untuk melengkapi data-data yang
disajikan dalam quisioner.
BAB IV
HASIL KEGIATAN OBSERVASI
4.1. Hasil
Hasil yang diperoleh dari observasi mata kuliah teknik
pengolahan hasil perikanan modern dan tradisional mengenai teknik pemindangan
ikan pada ikan asin pada ikan tongkol, ikan bandeng, dan ikan layang
diantaranya sebagai berikut :
4.1.1. Awal memulai usaha
Awalnya bapak Fida I
Basri memulai dari berdagang ikan pindang hasil produksi seseorang kepasar pada
usia 8 tahun. Selanjutnya pada usia ke 13 tahun pak Fida I Basri mulai merintis usaha memproduksi ikan pindang
yang diantaranya pindang ikan tongkol, ikan bandeng, ikan salem dan ikan layang
yang prosesnya dilakukan dirumahnya sendiri bersama keluarga. Dan sampai saat
ini usaha pindang ikan tersebut masih berjalan.
4.1.2. Data pemilik perusahaan/home industry
a. Nama pemilik : Bapak Fida I Basri
b. Umur :
46 Tahun / 06-09-1963
c. Alamat rumah :
Jl. Wali syukur, Link Larngan RT005/002 Desa. Harjatani Kramatwatu
d. No. HP/Telp :
081310886672-087871146257
4.1.3. Data perusahaan
a. Nama perusahaan : UD. Mang Ja’i
b.
Alamat : Kp. Larangan
Kec. Kramatwatu Kab. Serang Kel. Harjatani.
c.
Tahun memulai : Tahun 1987
usaha
4.1.4. Data produksi
Tabel 3. Data produksi
Jenis
|
Keterangan
|
Bahan baku
|
Ikan tongkol, ikan bandeng, ikan layang
|
Asal bahan baku
|
Dari Jakarta (Muara baru, muara angke, ancol, dadap)
|
Harga bahan baku
|
1 Kg/ Rp. 11.000,00
|
Jumlah bahan baku(Kg)/produksi
|
Membeli 1 ton dari Jakarta,
dijual kembali ikan mentah segarnya
sebayak 6 kwintal, lalu untuk produksi pembuatan dalam sehari 1 kwintal.
|
Bahan tambahan
|
Garam,salam, sereh
|
Wadah pengolahan
|
Badeng
|
Kapasitas produksi
|
1 kwintal/hari
|
Harga produk/Kg
|
Tergantung ukuran ikan
Misal : Rp. 10.000 (Dapat 2,3,5)
|
Pemasaran
|
Pasar lama serang
|
4.1.5.
Tahapan pembuatan ikan pindang
Tahap pembuatan pindang ikan pada
ikan tongkol, ikan bandeng, dan ikan layang yaitu sebagai berikut :
Cara
pembuatan pindang badeng :
1.
Siapkan tempat penyusun ikan berupa
badeng yang telah disiapkan. Kemudian masukkan sereh kedalam wadah dan ditutupi
dengan anyaman bambu.
2.
Bambu tersebut merupakan lapisan bagian dasar dari badeng. pada alas bagian samping menggunakan
kertas semen yang telah dicuci selanjutnya dilapisi kembali dengan daun pisang.
3.
Lakukan penyiangan ikan dengan cara
ditekan bagian insang dan perut hingga darah keluar, selanjutnya lakukan
pencucian.
4.
Pilih ikan dan pisahkan menurut
besar dan ukuran yang sama
5.
Ikan dilapisi dengan kertas dan
alasnya dengan daun pisang
6.
Susun ikan dalam tempat badeng
secara berlapis-lapis, yang diselang seling dengan lapisan garam. Dalam satu
badeng terdapat 6 lapisan susunan ikan.
7.
Susunan ikan :
· Pada bagian bawah dasar dari badeng
tersebut lapisi dengan kertas dan taburkan garam setebal 2 – 3 cm. Selanjutnya ikan disusun dengan cara
diselang-seling diatas lapisan garam. Kemudian dilapisi oleh kertas dan
ditaburi garam kembali. Begitu seterusnya sampai kelapisan terakhir
· 
Susunan : ikan kertas garam


8.
Tutup lapisan teratas dengan koran
atau daun pisang yang bersih
9.
Selanjutnya dipanaskan pakai tungku pemanas, selama 2- 3 jam dan . Selama proses pemasakan, air yang
berada dalam badeng akan bertambah banyak. Kelebihan air akan dikeluarkan
melalui lubang.
10.
Setelah selesai pemanasan kemudian bagian atas dari badeng ditutup dengan
kertas atau daun waru lalu di atasnya ditutup dengan garam, kemudian badeng
ditutup dengan tampah dan terus diikat dengan kuat
11.
Sebelum dipasarkan simpanlah badeng yang berisi ikan di tempat yang
terlindung dengan ventilasi udara yang baik.
4.1.6.
Jenis limbah dan pemanfaatan
Jenis limbah yang terdapat dalam
proses pembuatan pindang ikan tongkol, ikan bandeng, dan ikan layang tidak
dilakukan upaya pemanfaatan hasil limbah yang diperoleh selama selesainya
proses pembuatan pindang ikan oleh siprodusen. Limbah yang dihasilkan yaitu
berupa air sisa pengukusan biasanya limbah air pengukusan tersebut dibuang saja
atau apabila ada yang meminta air perebusan tersebut pa Fida I selalu
memberikan.
4.1.7.
Kendala usaha
Kendala yang dialami yaitu
ketersediaan bahan baku yang terkadang sulit didapati. Dikarenakan faktor
sumberdayamanusia serta kondisi alam. Selanjutnya pernah mengalami salah pahan
terhadap konsumen yang memakan ikan pindang dengan ditandai dari munculnya alergi
pada badan sikonsumen yang disebabkan oleh ikan pindang.
4.2. Pembahasan
Teknik pemindangan yang dilakukan
oleh bapak Fida I Basri yaitu menggunakan pindang badeng dengan bahan baku ikan
tongkol, ikan bandeng, ikan layang. Serta kapasitas produksi 1 kwintal/hari.
Dengan harga jual tergantung dengan ukuran ikan. Pemasaran pindang badeng hanya
ke pasar lokal yaitu pasar lama Serang Banten.
Limbah yang diperoleh dari hasil
akhir pembuatan pindang ikan badeng tidak dimanfaatkan dan selama menjalankan produksi
pindang badeng kendala yang paling utama yaitu ketersediaan bahan baku.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil kegiatan observasi mata kuliah teknologi pengolahan hasil perikanan modern
dan tradisional mengenai teknik pembutan pemindangan ikan adalah sebagai
berikut :
1. Pemindangan adalah pengolahan ikan yang
dilakukan dengan cara merebus ikan dalam susana bergaram selama waktu tertentu.
2 kategori yaitu pemindangan garam dan pemindangan air garam
2. Teknik pemindangan ikan yang dilakukan
yaitu pindang badeng
3. Bahan baku yang degunakan untuk
pemindangan ikan adalah ikan tongkol,
ikan bandeng, dan ikan layang
4. Keberhasilan proses pemindangan ikan sangat
dipengaruhi oleh mutu bahan – bahan yang digunakan dan kondisi lingkungan.
5.2.
Saran
Proses pemindangan ikan menggunakan
air garam perlu dikembangkan dengan cara menyebarkannya kepada masyarakat ke seluruh
pelosok daerah yang belum mempraktekannya, mengingat cara pengolahannya yang
cukup sederhana, sarana dan prasarana yang dibutuhkanpun tidak mahal, memiliki
citarasa yang sesuai selera masyarakat, kandungan gizinya relatif masih
tinggi, hasil akhirnya yang masih menyerupai ikan segar, dan berbagai
keistimewaan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, 2007. Pengolahan
dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta
Afrianto dan
Liviawaty,1989. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Bank Indonesia (2008). Sistem
Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil USAHA PEMINDANGAN IKAN. http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=53610&idrb=49001
(diakses 30 november 2011)
Budiman S (2004). Teknik Pemindangan.Departemen
Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah Direktorat Pendidikan
MenengahKejuruan.http://belajar.internetsehat.org/pustaka/pendidikan/materi-kejuruan/pertanian/teknologi-hasil-pertanian-dan
perikanan/teknik_pemindangan.pdf (diakses 30 november 2011)
Ilyas, 1980. Teknologi Pengolahan
Pindang. Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan Badan Penelitian dan
Pengembangan pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta
Saleh, 2002. Kumpulan Hasil-Hasil
Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Riset Pengolahan Produk Dan Sosial
Ekonomi Kelautan Dan Perikanan Badan Riset Kelautan Dan Perikanan Departemen
Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.
Santoso B, 1998. Ikan Pindang. Penebar Swadaya.
Jakarta
Suwamba K (2008). Proses
pemindangan Dengan Mempergunakan Garam dengan Konsentrasi yang berbeda.
Denpasar http://www.smp-saraswati-dps.sch.id/artikel/3
(diakses 30
november 2011)
Wibowo S, 1996. Industri Pengolahan Ikan.
Penebar Swadaya. Jakarta
Diakses tanggal 11 Februari 2015 pukul 17.43 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar