PENDAHUALUAN
Latar Belakang
Tingginya
tingkat konsumsi produk olahan peternakan merupakan suatu peluang usaha
tersendiri untuk dikembangkan. Bergesernya pola konsumsi masyarakat
dalam mengkonsumsi produk olahan peternakan, terutama daging, dari
mengkonsumsi daging segar menjadi produk olahan siap santap mendorong
untuk dikembangkannya teknologi dalam hal pengolahan daging. Banyak cara
yang dikembangkan untuk meningkatkan nilai guna dan daya simpan dari
dari daging segar seperti diolah menjadi sosis, dendeng dan abon.
Abon
merupakan salah satu cara pengolahan daging dengan cara disuwir-suwir
dan digoreng. Seiiring dengan berkembangnya teknologi dalam pengolahan
daging, daging disuwir-suwir tidak lagi mengunakan tangan tapi
menggunakan food prosesor yang lebih efisien dalam hal penggunaan
tenaga kerja. Abon adalah olahan daging yang mempunyai cita rasa yang
khas karena menggunakan rempah-rempah pilihan sebagai bumbu penyedapnya.
Abon dapat memiliki umur simpan yang lama tanpa merubah cita rasa dari
abon itu sendiri. Selain dibuat dari daging sapi dan daging kerbau,
abon juga dapat dibuat dari ayam, kambing, domba bahkan dibeberapa
tempat abon dibuat dari ikan.
Tujuan
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas dan daya suka dari
abon yang diolah menggunakan cara tradisional (daging disuwir-suwir
mengguanakan tangan) dan dengan cara modern (menggunakan food prosesor untuk mensuwir-suwir daging).
TINJAUAN PUSTAKA
Abon Lele
Abon
adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah
dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng. Menurut Sumarsono et al., 2008, penggunaan kantong plastik
yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat mempertahankan kualitas
selama penyimpanan sehingga abon dapat disimpan beberapa bulan dalam
suhu kamar. Umur simpan abon lele dapat mencapai + 10 minggu dan
memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen.
Proses
pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses penggorengan
terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan yang
digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi
dari pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan
degradasi minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain
penurunan titik asap). Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat
mempercepat proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat
menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari
asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau
tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol)
dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya
prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan)
serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim
lipoksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb, 2009).
Bawang Merah
Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum)
berfungsi sebagai aroma pada makanan. Senyawa yang menimbulkan aroma
pada bawang merah adalah senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau jika
sel bawang merah mengalami kerusakan (Purnomo, 1997). Bawang merah
menurut SNI 01-3159-1992 merupakan umbi lapis yang terdiri dari
siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah berfungsi
sebagai obat tradisional, karenan mengandung efek antiseptik dari
senyawa alliin atau alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat,
ammonia dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisidia.
Garam
Fungsi
garam dalam produk olahan daging adalah sebagai cita rasa, penghambat
pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat air selama proses
pemasakan, dan dapat mengurangi denaturasi mioglobin pada penambahan 2
g/100 g daging. Garam berfungsi untuk meningkatkan daya simpan, karena
dapat menghambat pertumbuhan organism pembusuk. Penambahan garam pada
produk kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi garam
yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut
(Usmiati dan Priyanti, 2008). Poulanne et al.. (2001) menyatakan
bahwa, pemberian garam dapat menjaga keamanan pangan secara
mikrobiologi, selain itu garam merupakan bahan penting dalam pengolahan
daging, memiliki kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan lemak dan
rasa.
Penambahan
garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan besi. Ion-ion
tersebut berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan.
Senyawa-senyawa ketengikan yang terbentuk akan bereaksi dengan asam
amino. Reaksi antara ketengikan dan asam amino disebabkan karena adanya
ion-ion logam dalam Kristal garam yang dapat membentuk pirazin yang membentuk reaksi lanjutan antara asam amino tertentu dengan ketengikan.
Gula Pasir
Fungsi
gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta salah
satu komponen pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil akhir
produk abon sapi (Sianturi, 2000). Kandungan gula yang tinggi dapat
berperan sebagai penghambat proses oksidasi dan ketengikan, salain itu
penambahan gula kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan
menurunkan kadar air yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan
aktivitas air (aw) dari bahan pangan (Winarno, 1994).
Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum linn)
banyak digunakan untuk bumbu masak, dalam penggunaan ketumbar dilakukan
penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan
rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26% lemak, 17% protein,
10% pati, dan 20% gula (Purnomo, 1997).
Lengkuas
Lengkuas
mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan trepenoid.
Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim santin
oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas
yang mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada
proses pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas
dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan
bakteri E. coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 1000 sebesar 7 mm.
MATERI DAN METODA
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan untuk membuat abon sapi diantaranya pisau, garpu, food prosesor, ulekan, nampan, panci, kompor, penggorengan, alat pemeras minyak, parutan, timbangan.
Bahan-bahan
yang diperlukan untuk membuat abon sapi antara lain daging sapi 1 kg,
santan 500 ml, gula merah 150 gram, serai 6 batang, ketumbar 10 gram,
bawang putih 30 gram, bawang merah 20 gram, merica 8 gram, lengkuas
parut 15 gram, daun salam 10 lembar, asam jawa 10 gram dan garam
sebanyak 20 gram.
Cara Kerja
Daging
direbus dengan menambahkan serai, daun salam dan garam sampai daging
menjadi lunak dan mudah diremahkan. Untuk masing-masing metode
pembuatan, menggunakan setengah dari berat daging yang sudah direbus.
Setelah daging dingin selanjutnya daging diremahkan atau disuwir-suwir
menggunakan tangan atau dengan menggunakan garpu untuk metode
tradisional dan menggunakan food prosesor untuk metode modern.
Haluskan semua bumbu, selanjutnya daging yang sudah disuwir-suwir
ditambahkan bumbu, santan dan air kemudian dimasak sampai adonan menjadi
seperti bubur. Setelah agar kering, adonan kemudian digoreng sampai
berwarna kecoklatan. Untuk menghilangkan minyak, abon yang sudah
digoreng diperas untuk menghilangkan minyak sisa penggorengan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Uji hedonik abon sapi
Sampel
|
Warna
|
Rasa
|
Tekstur
|
penampakan umum
|
abon tradisional
|
3,7
|
3,9
|
3,6
|
3,6
|
abon modern
|
3,4
|
3,4
|
3,5
|
3,5
|
Keterangan : 1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Netral
4. Suka
5. Sangat suka
Tabel 2. Uji mutu hedonik abon sapi
Sampel
|
Rasa
|
tekstur
|
abon tradisional
|
3,4
|
2,9
|
abon modern
|
3,1
|
3,7
|
Keterangan : 1. Sangat manis/kasar
2. Manis/kasar
3. Agak manis/kasar
4. Tidak manis/kasar
5. Sangat tidak manis/kasar
Pembahasan
Berdasarkan
dari hasil uji hedonik pada keudua buah jenis abon, ternyata abon yang
dibuat dengan metode modern ternyata lebih disukai dari pada abon yang
dibuat dengan metode modern. Tekstur abon tradisional yang cendrung
lebih kasar dari pada abon modern ternyata lebih disukai. Hal ini
dimungkinkan karena penggunaan food prosesor yang membuat serat
dari daging terpisah seluruhnya. Warna abon sendiri lebih banyak
dipengaruhi oleh seberapa banyak penggunaan gula dan lama penggorengan
abon itu sendiri. Umumnya abon yang baik dicirikan dengan warna coklat
kekuningan, sehingga abon yang berwarna selain itu kurang disukai.
Kecendrungan
rasa abon yang lebih disukai adalah rasa manis yang terjadi akibat
penambahan gula pada proses pemasakan. Karena bumbu yang digunakan sama,
maka berdasarkan uji hedonik dan uji mutu hedonil tidak terlalu berbeda
hasilnya. Penggunaan rempah-rempah dalam pembuatan abon dapat
menigkatkan citarasa dari abon yang dibuat. Abon tradisional memiliki
nilai yang lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan abon modern, hal ini
mungkin disebabkan karena pada waktu pemasakan lebih banyak air yang
ditambahkan untuk abon modern dari pada abon tradisional. Secara
kenampakan umum, baik abon yang diproses secara modern ataupun secara
tradisional bisa diterima oleh masyarakat. Hal ini dicerminkan dengan
nilai yang diperoleh dari kedua buah jenis abon yang tidak terlalu
signifikan.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengamatan pada abon yang dibuat secara tradisional dan modern
dapat disimpulkan bahwa secara uji hedonik dan mutu hedonik abon yang
dibuat secara tradisional memilki kecendrungan lebih disukai
dibandingkan abon yang dibuat secara modern. Untuk pengusahaan
pembuataan abon dalam skala besar perlu dipertimbangkan lagi penggunaan
metode tradisional terkait dengan efektivitas penggunaan tenaga kerja
dan biaya produksi
DAFTAR PUSTAKA
Sumarsono,
J, dan H.A Sirajudin. 2008. Penentuan lama sentrifuge minyak abon
daging sapi. Makalah Penunjang Seminar Nasional. Fakultas Pertanian
Universitas Mataram, Mataram.
Nazieb, A. 2009. Food Science and Technology. Universitas Negeri Surakartra, Surakarta.
Perdana, A. 2009. Proses Pembuatan Abon Sapi. http://perdanaangga.wordpress.com/2009/06/04proses-pembutan-abon-dan-nugget/ [10 November 2010].
Poulane,
E. J., M.H. Rusunen and J. I. Vainionpaa.2001. Combined effects of NaCl
and raw meat pH on water-holding in cooked sausage with and without
added phosphate. Jurnal of Meat Science 58: 1-7.
Purnomo.
1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selam
penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas peternakan. Universitas
Brawijaya, Malang.
Sianturi, R. 2000. Kandungan gizi dan palatabilitas abon daging sapi dengan kacang tanah (Arachis hypogeal linn) sebagai bahan pencampur. Skripsi. Fakultas Peternakan.Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Usmiati
, S, dan A. priyanti. 2008. Sifat fisikokimia dan palatabilitas bakso
daging kerbau. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian,
Bogor.
Waturaka,
F.Y. 2002. Komposisi kimia dan daya terima abon dari daging sapid an
ayam petelur afkir pada cara pemasakan berbeda. Skripsi.
FakultasPeternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, F.G. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakartahttp://konsultansolokselatan.blogspot.com/
diakses tanggal 11 februari 2015 jam 18.03 wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar